Jamaah: Seorang yang merantau kerja di Jakarta sebagai supir taksi, bolehkah shalat dijamak? Mohon jawaban ust. Wahyudi. Matur nuwun.
Jawaban:
Prinsipnya, jika kita sedang dalam perjalanan jauh, dibolehkan untuk melakukan shalat jamak dan qashar. Hal ini berdasarkan firman Allah Swt berikut ini:
وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الْأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَنْ تَقْصُرُوا مِنَ الصَّلَاةِ إِنْ خِفْتُمْ أَنْ يَفْتِنَكُمُ الَّذِينَ كَفَرُوا
Artinya: “Dan apabila kamu bepergian di muka Bumi, maka tidaklah mengapa kamu mengqashar shalatmu, jika kamu takut diserang orang-orang kafir.” (QS. an-Nisa: 101)
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ عُمَرَ رضي الله عنهما قَالَ: صَحِبْتُ رَسُولَ اللَّهِ صلى الله عليه وسلم فَكَانَ لا يَزِيدُ فِي السَّفَرِ عَلَى رَكْعَتَيْنِ , وَأَبَا بَكْرٍ وَعُمَرَ وَعُثْمَانَ كَذَلِكَ .
Artinya: “Dari Ibnu Umar ra dia berkata: “Aku pernah menemani Rasulullah Saw dalam perjalanannya dan beliau tidak pernah mengerjakan shalat lebih dari dua rakaat. Demikian juga yang dilakukan oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman ra.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Soal safar ini terjadi khilaf di antara para ulama, baik dari sisi jarak maupun batas tinggal. Perbedaan muncul karena tidak ada dalil yang pasti dan punya satu makna terkait safar ini. Untuk waktu safarnya, berikut pendapat para ulama:
Batas safar selama 4 hari. Jika ia datang dan tinggal di suatu wilayah, maka hari ke-5, ia sudah dianggap bukan musafir. Jadi tidak ada shalat jamak dan qashar baginya.
Dalilnya adalah bahwa waktu haji wada’ Rasulullah Saw tinggal di Mekkah selama 4 hari melakukan shalat qashar.
Syafiiyah dan Malikiyah: Batas safar selama 3 hari. Jika ia datang dan tinggal di suatu wilayah, maka hari ke-4, ia sudah dianggap bukan musafir. Jadi tidak ada shalat jamak dan qashar baginya.
Hanafiyah: Batas safar selama 15 hari. Jika ia datang dan tinggal di suatu wilayah, maka hari ke-16, ia sudah dianggap bukan musafir. Jadi tidak ada shalat jamak dan qashar baginya.
Ibnu Taimiyah: Asal seseorang tidak berniat untuk tinggal di suatu tempat, maka selama itu pula ia dianggap musafir. Contoh: Saya ke Mesir untuk berdagang. Selama saya berniat tidak akan menetap, maka saya tetap musafir. Namun jika sudah mendapat tempat yang cocok, lalu saya berniat untuk menetap, maka saya sudah bukan lagi musafir.
Dalil: Rasulullah Saw ketika haji Wada’ tinggal di Mekkah selama 4 hari dan selalu mengqashar shalat. Waktu Fathul Makkah beliau tinggal di Mekkah selama 19 hari dan mengqashar shalat. Selama 20 hari di Tabuk, beliau mengqashar shalat.
Ini menunjukkan bahwa tidak ada batas tertentu terkait safar.
Dalil safar sifatnya umum, maka selama orang melakukan safar dan tidak ada niat untuk menetap, ia tetap dianggap musafir.
Saya memilih pendapat Ibnu Taimiyah. Jadi, orang luar Jakarta yang kerja di Jakarta, termasuk supir taxi, namun sudah punya tempat tinggal, dia dianggap muqim. Tidak ada jamak qashar di sini. Namun jika ia pulang pergi dengan batas jarak yang sudah memenuhi syarat safar, shalatnya boleh dijamak dan qashar. Wallahu a’lam.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M.)
Sumber: Fikih Praktis Anda Bertanya, Ustadz Menjawab
Bagi yang ingin memesan buku fisik, sila hubungi 0818266026.
===========================
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899