Antara Islam dan Demokrasi

Pertanyaan: Bagaimana hubungan antara Islam dan Demokrasi? Jawaban: Sering sekali kita membaca artikel dengan judul “Islam dan Demokrasi”. Bahkan ada artikel yang lebih ekstrim, yaitu

Admin

[addtoany]

Pertanyaan:
Bagaimana hubungan antara Islam dan Demokrasi?

Jawaban:
Sering sekali kita membaca artikel dengan judul “Islam dan Demokrasi”. Bahkan ada artikel yang lebih ekstrim, yaitu menyatakan. “Islam Adalah Demokrasi”. Banyak motif penulis yang menggunakan terminologi tersebut untuk menganalisa hubungan antara Islam dan demokrasi.

Saya sendiri merasa “geli” dengan penyandingan Islam dan demokrasi, apalagi sampai menyatakan bahwa Islam adalah demokrasi. Penyandingan itu seakan-akan memberikan unsur kesetaraan. Padahal antara keduanya sangat berbeda dan sama sekali tidak bisa dipadankan. Terma terakhir bahkan bukan saja penyandingan, namun sudah peleburan.

Demokrasi itu sistem politik, setara dengan istilah lain dalam sistem politik dunia seperti theokrasi, otokrasi, monarki, oligarki, komunis dan lain sebagainya.

Sementara Islam? Ia bukan sistem politik sebagaimana di atas. Islam adalah nama sebuah agama terakhir yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw.  Jadi, bagaimana bisa antara agama disandingkan dengan sistem politik? Tentu ini menurunkan derajat Islam sebagai agama sempurna. Lebih dari itu, ia berkonotasi bahwa Islam hanya menjadi sistem politik saja.

Bukankah Islam juga mengatur persoalan  politik? Jika pertanyaannya demikian, maka benar adanya. Persoalan politik hanya bagian kecil dari ajaran Islam secara keseluruhan. Ulama terdahulu lebih sering menyebutnya dengan istilah Asssiyasah Asyariyyah, yaitu cabang ilmu fikih yang spesifik membahas masalah politik. Ulama Syiah memasukkan kajian politik dalam ranah ilmu kalam, yang kemudian diikuti oleh ulama kalam dari kelompok lainnya. Persoalan politik di ilmu kalam masuk dalam bab Imamah. Ulama sekarang, seperti Dr. Yusuf Qaradhawi menyebutnya dengan Fiqhu Addaulah (fikih kenegaraan).

Jika mau disandingkan, lebih tepat menggunakan terma “Pemikiran Politik Islam”, “Fikih Kenegaraan”, “Fikih Politik”, “Fikih Khilafah” dengan demokrasi. Tapi sangat tidak sepadan jika menyandingkan antara Islam dengan demokrasi.

Mengapa demikian? Fikih adalah produk pemikiran para mujtahid yang mereka gali dari sumber ajaran Islam, yaitu al-Quran dan Sunnah. Produk pemikiran ini, terkadang bisa berubah sesuai dengan ruang, waktu, kondisi, tradisi dan juga maslahat manusia. Fikih juga bisa berbeda antar satu mujtahid dengan mujtahid lainnya. Tidak menutup kemungkinan dalam persoalan yang sama, terdapat beberapa pendapat di kalangan para ulama.

Jika kita menengok sejarah politik Islam, terma fikih politik sangat jelas. Antara kelompok politik Islam mempunyai pandangan dan konsep yang berbeda-beda. Mereka berijtihad sesuai dengan kemampuan dan kecenderungan politiknya masing-masing.

Konsep fikih politik Ahlu Sunnah berbeda dengan konsep politik Syiah, beda dengan konsep politik Ibadhiyah, Khawarij, Murjiah, Muktazilah, dan lain sebagainya. Karena ia merupakan kajian fikih, maka masih boleh menerima koreksi dan perbaikan. Ia tidak statis. Ia bisa berubah sesuai maslahat manusia.

Dari uraian di atas kiranya sangat jelas perbedaan antara Islam dengan demokrasi. Jadi, berhentilah menyandingkan antara Islam dengan demokrasi, karena itu dapat mengerdilkan agama Islam yang sudah sempurna.
Wallahu a’lam

(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M)

===========
Bagi yang hendak wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +20112000489

Related Post