Tanya:
Assalamualaikum wr. wb Bismillahirrohmanirrohim ustadz, nama saya rizka ibu saya beberapa tahun lalu pinjam uang kepada suami saya untuk membeli barang dagangan yg akan dijual kembali oleh ibu saya (berdagang). Tapi sampai saat ini uang yg dikembalikan kurang 1/3 dari total yg dipinjam ibu. ibu saya bilang akan mulai menabung utk bayar tapi belum ada pembayaran tsb sampai saat ini. beberapa bulan lalu, suami saya sedang membutuhkan uang tambahan mendesak, jadi saya coba pinjamkan ke ibu saya & ibu saya bilang ada uang jumlahnya yakni yg saya pinjam pada ibu sebesar 2,5kali lipat dari hutang ibu saya terdahulu yg belum dibayar oleh ibu pada suami saya. ibu saya jg pernah cerita pd saya kalau ibu punya simpanan tabungan tsb& beberapa harta fisik (katanya untuk agar punya barang berharga karna sudah lelah bekerja & niat utk tabungan naik haji maka sy diminta untuk segera membayar hutang pd ibu jika saat itu saya dipinjamkan). Saya sudah membayar uang yg suami sy pinjam kepada ibu beberapa bulan lalu. Yang ingin saya tanyakan ustadz, bagaimana hukum uang suami saya yg terdahulu yang belum dibayar oleh ibu saya sampai dg saat ini? sedang saya lihat ibu punya tabungan (untuk naik haji) & barang fisik lainnya mohon nasihatnya jazakumullah khoiro wassalamualaikum wrwb
Jawab:
Wa’alaikum salam
Membayar hutang adalah sebuah kewajiban sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut ini:
وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ مَرَّتَيْنِ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ
Artinya: “Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi. (HR. Ahmad)
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ
Artinya: “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?” Mereka menjawab: “Ya, dua dinar. Beliau bersabda,“Shalatlah untuk sahabat kalian.” (HR. Abu Daud)
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
Artinya: “Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu dilunaskannya.” (HR. Ibnu Majah)
Menagih hutang, sesungguhnya adalah memberikan peringatan kepada orang tersebut agar tidak terkena ancaman neraka karena belum memberikan hak kepada orang lain.
Bagaimana jika hutang dengan mertua?
Jika suami hendak memintanya, sesungguhnya tidak masalah. Hanya secara etika, jika mertua yang berhutang, baiknya direlakan saja. Karena mertua adalah orang tua kita juga yang harus kita hormati dan kita agungkan. Jika kita merelakan hutang tersebut, pahala sangat besar.
Firman Allah:
وَإِنْ كَانَ ذُو عُسْرَةٍ فَنَظِرَةٌ إِلَى مَيْسَرَةٍ وَأَنْ تَصَدَّقُوا خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
“Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran, maka berilah tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.” (QS. Al Baqarah: 280)
Hadis nabi sebagai berikut:
رَحِمَ اللَّهُ رَجُلاً سَمْحًا إِذَا بَاعَ ، وَإِذَا اشْتَرَى ، وَإِذَا اقْتَضَى
“Semoga Allah merahmati seseorang yang bersikap mudah ketika menjual, ketika membeli dan ketika menagih haknya (utangnya).” (HR. Bukhari)
Dari Abu Hurairah, Rasulullah saw bersabda untuk orang yang memiliki hak pada orang lain:
خُذْ حَقَّكَ فِى عَفَافٍ وَافٍ أَوْ غَيْرِ وَافٍ
“Ambillah hakmu dengan cara yang baik pada orang yang mau menunaikannya ataupun enggan menunaikannya.” (HR. Ibnu Majah)
Rasulullah saw bersabda:
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا أَوْ وَضَعَ عَنْهُ أَظَلَّهُ اللَّهُ فِى ظِلِّهِ
“Barangsiapa memberi tenggang waktu bagi orang yang berada dalam kesulitan untuk melunasi hutang atau bahkan membebaskan utangnya, maka dia akan mendapat naungan Allah.” (HR. Muslim)
Namun jika hutang hendak diminta, maka mintalah dengan cara baik-baik agar tidak terjadi kesalahpahaman. Wallahu a’lam .
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc. M.M)