Tanya:
Assalamu’alaykum,ustad apakah boleh seorg suami memanggil/menyebut istrinya dengan sebutan umi??
Jawab:
Wa’alaikum salam
Boleh. Apakah itu bukan zhihar yang terlarang oleh syariat dan harus membayar denda? Bukan. Selengkapnya kita bisa baca ayat zhihar beserta asbabunnuzul sebagaimana berikut ini:
قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ يَسْمَعُ تَحَاوُرَكُمَا إِنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ بَصِيرٌ (1) الَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْكُمْ مِنْ نِسَائِهِمْ مَا هُنَّ أُمَّهَاتِهِمْ إِنْ أُمَّهَاتُهُمْ إِلَّا اللَّائِي وَلَدْنَهُمْ وَإِنَّهُمْ لَيَقُولُونَ مُنْكَرًا مِنَ الْقَوْلِ وَزُورًا وَإِنَّ اللَّهَ لَعَفُوٌّ غَفُورٌ (2) وَالَّذِينَ يُظَاهِرُونَ مِنْ نِسَائِهِمْ ثُمَّ يَعُودُونَ لِمَا قَالُوا فَتَحْرِيرُ رَقَبَةٍ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا ذَلِكُمْ تُوعَظُونَ بِهِ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ (3) فَمَنْ لَمْ يَجِدْ فَصِيَامُ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ مِنْ قَبْلِ أَنْ يَتَمَاسَّا فَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَإِطْعَامُ سِتِّينَ مِسْكِينًا ذَلِكَ لِتُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَتِلْكَ حُدُودُ اللَّهِ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ أَلِيمٌ (4)
Artinya: Sesungguhnya Allah telah mendengar perkataan wanita yang mengajukan gugatan kepada kamu tentang suaminya, dan mengadukan (halnya) kepada Allah. Dan Allah mendengar soal jawab antara kamu berdua. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Melihat. Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. Ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. Dan sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta. Dan sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Orang-orang yang menzhihar isteri mereka, kemudian mereka hendak menarik kembali apa yang mereka ucapkan, maka (wajib atasnya) memerdekakan seorang budak sebelum kedua suami isteri itu bercampur. Demikianlah yang diajarkan kepada kamu, dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan. Barangsiapa yang tidak mendapatkan (budak), maka (wajib atasnya) berpuasa dua bulan berturut-turut sebelum keduanya bercampur. Maka siapa yang tidak kuasa (wajiblah atasnya) memberi makan enam puluh orang miskin. Demikianlah supaya kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan itulah hukum-hukum Allah, dan bagi orang kafir ada siksaan yang sangat pedih (QS. Al Mujaadilah : 1-4).
Dzhihar “الظهار” secara bahasa artinya seorang suami mengatakan kepada istrinya: “engkau bagiku seperti punggung ibuku”.
Dalam fikih empat madzhab yang dikarang oleh Asy-Syaikh Abdur Rokhman bin Muhammad al-Jazairiy jilid 4 halaman 431) disebutkan sebagai berikut:
Dzhihar digunakan untuk mengharamkan hubungan suami istri pada masa jahiliyyah, hukumnya pada waktu itu mengharamkan suami dan selainnya untuk bersetubuh dengan istirnya. Namun syariat Islam menjadikannya hukum akhirat dan dunia. Hukumnya di akhirat bahwa perbuatan tersebut berdosa, barangsiapa melakukan Dzhihar maka ia telah berdosa, adapun hukumnya di dunia maka diharamkan baginya menyetubuhi istrinya, sampai ia membayar kafarat, sebagai pengajaran dan hukuman kepadanya. Akan datang penjelasan terkait kafaratnya.
Sebab turunnya ayat tersebut di atas, sebagaimana disebutkan oleh Imam Ibnu Majah sebagai berikut:
تَبَارَكَ الَّذِي وَسِعَ سَمْعُهُ كُلَّ شَيْءٍ، إِنِّي لَأَسْمَعُ كَلَامَ خَوْلَةَ بِنْتِ ثَعْلَبَةَ وَيَخْفَى عَلَيَّ بَعْضُهُ، وَهِيَ تَشْتَكِي زَوْجَهَا إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَهِيَ تَقُولُ: يَا رَسُولَ اللَّهِ، أَكَلَ شَبَابِي، وَنَثَرْتُ لَهُ بَطْنِي، حَتَّى إِذَا كَبِرَتْ سِنِّي، وَانْقَطَعَ وَلَدِي، ظَاهَرَ مِنِّي، اللَّهُمَّ إِنِّي أَشْكُو إِلَيْكَ، فَمَا بَرِحَتْ حَتَّى نَزَلَ جِبْرَائِيلُ بِهَؤُلَاءِ الْآيَاتِ: {قَدْ سَمِعَ اللَّهُ قَوْلَ الَّتِي تُجَادِلُكَ فِي زَوْجِهَا وَتَشْتَكِي إِلَى اللَّهِ} [المجادلة: 1] “
Maha suci Allah yang Maha luas pendengarannya meliputi segala sesuatu, sesungguhnya aku tidak mendengar ucapan Khoulah binti Tsa’labah rodhiyallahu anha dan sebagian ucapannya tersamarkan bagiku –padalah Aisyah berada di balik ruangan –pent.-, Khoulah rodhiyallahu anha sedang mengadukan suaminya –Aus bin Shoomit rodhiyallahu anhu –pent.- kepada Rasulullah sholallahu alaihi wa salam dimana ia berkata : “wahai Rasulullah aku telah menghabiskan masa mudaku bersamanya, melahirkan banyak anak untuknya, namun setelah aku lanjut usia dan anak-anakku sudah mandiri, ia men-dzhihar-ku, Ya Allah aku mengadu kepada-Mu, aku senantiasa mengadukan hal tersebut, hingga turun Jibril alaihi salam membawa ayat al-Mujaadilah. (HR. Ibnu Majah)
Zhiar sendiri merupakan tradisi Arab Jahiliyah yang tidak pernah ada di Indonesia. Zhihar berbeda dengan ungkapan yang umum di Indonesia, seperti suami memanggil istirnya dengan ummi, atau adik, atau mama, dan lain sebagainya. Panggilan-panggilan tersebut, umumnya karena ungkapan sayang atau tradisi masyarakat setempat. Hampir tidak ada suami orang Indonesia, yang memanggil istrinya dengan sebutan ummi, mama, ibu dan lainnya, dengan tujuan untuk mentalak atau menzhihar.
Dalam kaidah fikih dikatakan sebagai berikut:
الاصل فى تامعاملات الاباحة
Prinsip dalam muamalah adalah boleh.
Panggilan umi, bunda, ibu, mbok dan sejenisnya merupakan perkara muamalah duniawiyah yang prinsipnya boleh. Selama tidak ada hal yang mengharamkan maka ia tetap halal.
العادة محكمة
Tradisi diakui sebagai hukum.
Artinya bahwa jika tradisi suatu masyarakat sudah biasa memanggil istrinya dengan umi, bunda, mbok, ibu dan sejenisnya dan tidak pernah dipersoalkan, maka ia menjadi hal lumrah dan boleh.
المعروف عرفا كالمشروط شرطا
Tradisi yang sudah berlaku di masyarakat itu bagaikan syarat atas sesuatu. Artinya bahwa tradisi, jika itu sudah berkembang dan umum serta jamak diketahui bersama, maka ia tidak masalah. Bahkan menyelisihi tradisi, justru sebaliknya bisa menimbulkan masalah.
Karena tradisi ini tidak ada di Indonesia, maka bagi suami yang memanggi istrinya dengan kata-kata tersebut dibolehkan. Ia tidak dianggap ungkapan talak atau zhihar. Wallahu a’lam.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M)
Infak untuk pengembangan website dan aplikasi Tanya Jawab Agama: Bank BNI Syariah No. Rekening 0506685897 a.n Muhamad Muflih.
Wakaf untuk pembangunan Pesantren Almuflihun: Bank BNI No. Rekening 0425335810 a.n Yayasan Al Muflihun Temanggung.
Konfirmasi transfer +628981649868 (SMS/WA)