Memasang Bendera Kuning Ketika Ada yang Wafat

Tanya: Apa hukumnya mengibarkan bendera kuning saat ada orang yang meninggal? (Mulyana – Cikarang) Jawab: Wa’alaikum salam. Mengibarkan bendera kuning saat ada yang kematian, sesungguhnya

Admin

[addtoany]

Tanya:
Apa hukumnya mengibarkan bendera kuning saat ada orang yang meninggal? (Mulyana – Cikarang)

Jawab:
Wa’alaikum salam. Mengibarkan bendera kuning saat ada yang kematian, sesungguhnya sekadar untuk memberitahu khalayak bahwa di tempat tertentu ada yang sedang mendapat musibah kematian. Tradisi seperti ini umum di Indonesia.

Dalam hukum Islam, tradisi tidak selamanya terlarang. Sebelum Islam datang, bangsa Arab sudah merupakan bangsa yang berbudaya. Mereka juga mempunyai berbagai macam tradisi yang melekat dalam tatanan masyarakat. Budaya tersebut dibawa oleh nenek moyang mereka secara turun temurun.

Islam datang bukan untuk menghapus seluruh budaya Arab dan diganti dengan budaya baru. Meski demikian, Islam juga tidak membiarkan budaya Arab berjalan apa adanya tanpa ada proses seleksi. Islam memberikan tuntunan dan timbangan terkait dengan budaya tersebut. Tuntunan dan timbangannya tentu saja al-Quran dan sunnah Nabi.

Banyak tradisi buruk bangsa arab yang diharamkan dan dihapus oleh Islam, di antaranya adalah tradisi menyembah berhala dan diubah menjadi hanya menyembah Allah semata. Ada juga tradisi menyekutukan Allah dengan sesuatu yang lain. Dengan kata lain, satu sisi ia percaya kepada Allah sebagai Tuhan, namun di sisi lain membuat ritual keagamaan yang bertentangan dengan ketundukan dan pengakuan mutlak kepada Allah. Terkait hal ini, Allah berfirman:

قُلْ لِمَنِ الْأَرْضُ وَمَنْ فِيهَا إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (84) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَذَكَّرُونَ (85) قُلْ مَنْ رَبُّ السَّمَاوَاتِ السَّبْعِ وَرَبُّ الْعَرْشِ الْعَظِيمِ (86) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ أَفَلَا تَتَّقُونَ (87) قُلْ مَنْ بِيَدِهِ مَلَكُوتُ كُلِّ شَيْءٍ وَهُوَ يُجِيرُ وَلَا يُجَارُ عَلَيْهِ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ (88) سَيَقُولُونَ لِلَّهِ قُلْ فَأَنَّى تُسْحَرُونَ (89)

“Katakanlah; ‘Milik siapakah bumi beserta seluruh isinya, jika kalian mengetahui ?’ Maka niscaya mereka akan menjawab, ‘Milik Allah’. Katakanlah,’Lalu tidakkah kalian mengambil pelajaran ?’ Dan tanyakanlah; ‘Siapakah Rabb penguasa langit yang tujuh dan pemilik Arsy yang agung ?’ Niscaya mereka menjawab,’Semuanya adalah milik Allah’ Katakanlah,’Tidakkah kalian mau bertakwa’ Dan tanyakanlah,’Siapakah Dzat yang di tangannya berada kekuasaan atas segala sesuatu, Dia lah yang Maha melindungi dan tidak ada yang sanggup melindungi diri dari azab-Nya, jika kalian mengetahui ?’ Maka pastilah mereka menjawab, ‘Semuanya adalah kuasa Allah’ Katakanlah,’Lantas dari jalan manakah kalian ditipu?.’” (QS. Al-Mu’minuun: 84-89)

Ayat di atas menerangkan mengenai pengakuan mereka kepada Tuhan Allah, namun mereka masih melakukan ritual keagamaan diluar yang ditentukan agama. Mereka masih menyembah berhala dan membuat sesajen dengan alasan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

وَالَّذِينَ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِهِ أَوْلِيَاءَ مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّبُونَا إِلَى اللَّهِ زُلْفَىٰ

“Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Alloh dengan sedekat- dekatnya.” (QS : Az Zumar : 3)

Jelas bahwa perbuatan ini bertentangan dengan ajaran Islam. Oleh karenanya, Islam mengharamkan perbuatan syirik seperti ini. Atau mereka membuat sesajen karena percaya dengan jin atau roh halus dan sejenisnya. Perbuatan ini juga diharamkan oleh Islam.

وَأَنَّهُ كَانَ رِجَالٌ مِنَ الْإِنْسِ يَعُوذُونَ بِرِجَالٍ مِنَ الْجِنِّ فَزَادُوهُمْ رَهَقًا

“Dan bahwasannya ada beberapa orang dari (kalangan) manusia meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari (kalangan) jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan.” (Qs. al-Jin: 6).
Tradisi ke tukang dukum dan percaya dengan persoalan mistis juga diharamkan Islam. Atau melakukan perbuatan setan seperti santet dan tenun. Hal ini jelas tergambar firman Allah berikut ini:

وْمَ يَحْشُرُهُمْ جَمِيعًا يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ قَدِ اسْتَكْثَرْتُمْ مِنَ الإنْسِ، وَقَالَ أَوْلِيَاؤُهُمْ مِنَ الإنْسِ رَبَّنَا اسْتَمْتَعَ بَعْضُنَا بِبَعْضٍ وَبَلَغْنَا أَجَلَنَا الَّذِي أَجَّلْتَ لَنَا، قَالَ النَّارُ مَثْوَاكُمْ خَالِدِينَ فِيهَا إِلا مَا شَاءَ اللَّهُ إِنَّ رَبَّكَ حَكِيمٌ عَلِيمٌ

“Dan (ingatlah) hari di waktu Allah menghimpunkan mereka semuanya, (dan Dia berfirman), ‘Hai golongan jin (syaitan), sesungguhnya kamu telah banyak (menyesatkan) manusia,’ lalu berkatalah teman-teman dekat mereka dari golongan manusia (para dukun dan tukang sihir), ‘Ya Rabb kami, sesungguhnya sebagian dari kami telah mendapatkan kesenangan/manfaat dari sebagian (yang lain) dan kami telah sampai kepada waktu yang telah Engkau tentukan bagi kami.’ Allah berfirman, ‘Neraka itulah tempat tinggal kalian, sedang kalian kekal didalamnya, kecuali kalau Allah menghendaki (yang lain).’ Sesungguhnya Rabb-mu Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui.” (QS al-An’aam:128).

مَنْ أَتَى عَرَّافًا فَسَأَلَهُ عَنْ شَيْءٍ لَمْ تُقْبَلْ لَهُ صَلَاةٌ أَرْبَعِينَ لَيْلَةً

“Barangsiapa yang mendatangi dukun lalu dia bertanya kepadanya tentang suatu hal, maka shalatnya tidak akan diterima selama empat puluh malam.” (HR. Muslim no. 2230)

مَنْ أَتَى كَاهِنًا أَوْ عَرَّافًا فَصَدَّقَهُ بِمَا يَقُولُ فَقَدْ كَفَرَ بِمَا أُنْزِلَ عَلَى مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Barangsiapa yang mendatangi dukun atau peramal kemudian membenarkan apa yang dia katakan, maka dia telah kafir terhadap apa (Al-Qur`an) yang diturunkan kepada Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.” (HR. Ahmad no. 9171)

Atau tradisi mengubur bayi hidup-hidup:

( وَإِذَا الْمَوْءُودَةُ سُئِلَتْ * بِأيّ ذَنْبٍ قُتلَتْ )

“Dan tatkala bayi perempuan yang dikubur hidup-hidup ditanya, karena dosa apakah dia dibunuh.” (At-Takwir 8-9)

Masih banyak lagi tradisi jahiliyah yang bertentangan dengan tauhid, atau bertentangan dengan akhlak mulia, atau interaksi dengan orang lain secara zhalim seperti tradsi interaksi dengan riba, tradizi berzina, minum khamar dan lain sebagainya. Hal-hal tersebut diluruskan dan diterangkan hukumnya secara rinci oleh al-Quran.

Meski demikian, tidak semua tradisi jahiliyah dihapus oleh Islam. Ada tradisi positif yang tetap dijaga dan tetap mendapatkan tempat dalam hukum Islam. Di antara tradisi jahiliyah yang dianggap baik adalah sikap mereka yang suka menghormati tamu. Tradisi memberikan layanan terbaik kepada tamu ternyata sesuai dengan ajaran Islam. Untuk itu, Islam datang dan menguatkan tradisi tersebut. Rasululah saw bersabda:

من كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليقل خيرا أو ليصمت ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليكرم جاره ، ومن كان يؤمن بالله واليوم الآخر ، فليكرم ضيفه ) رواه البخاري ومسلم .

Artinya: “Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka berkatalah yang baik atau diam, dan barangsiapa yang beriman kepada allah dan hari akhir, maka hormatilah tetangganya, dan barangsiapa yang beriman kepada allah dan hari akhir, maka hormatilah tamunya.” (HR. Bukhari dan Muslim

Orang Arab suka menolong saudaranya yang dizhalimi. Ini bisa dilihat dari kisah “Halfu al fudhul”, yatu tatkala ada suku Arab yang dizhalimi, maka berbagai suku arab, di antaranya dari Bani Hasyim, Bani Muthallib, Bani Asad, dan Bani Zahrah berkumpul di rumahnya Abdullah bin Jud’an untuk melakukan kesepakatan bersama, bahwa tidak boleh ada kezhaliman di antara suku Arab. Jika ada yang dizhalimi, maka semua suku tadi berkoalisi untuk memberikan pembelaan. Tradisi ini juga dikuatkan oleh Islam dengan sabda nabi Muhammad saw:

انصر أخاك ظالما أو مظلوما

Artinya: “Tolonglah saudaramu baik yang menzhalimi atau yang dizhalimi.” (HR. Bukhari)

Menolong orang yang menzhalimi dengan mencegah mereka agar tidak berlaku zhalim. Ini artinya kita menyelamatkan mereka dari siksaan api neraka. Menolong orang yang dizhalimi, dengan memberikan bantuan agar ia tidak dizhalimi orang lain.

Budaya qishash bagi pembunuh sudah ada sejak zaman Jahiliyah. Bagi yang dimaafkan, boleh mengganti dengan 100 ekor unta. Ini persis seperti kasus Abdul Muthalib yang bernadzar jika mempunyai anak laki-laki, maka ia akan disembelih. Ternyata ia diberi rezki dengan kelahiran Abdullah. Ia sudah berniat untuk menyembelih bdullah, namun ditentang oleh keluarganya. Maka bdul Mutalib menggantikan nadzarnya dengan menyembelih 100 ekor unta dan disedekahkan kepada fakir miskin. Tradisi qishash ini sesuai dengan syariat Islam. Allah berfirman:

وَلَكُمْ فِي الْقِصَاصِ حَيَاةٌ يَاْ أُولِيْ الأَلْبَابِ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ

Artinya: “Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa”. (Al-Baqarah: 179)

Dari beberapa contoh di atas, para ulama ushul berkesimpulan bahwa tradisi dibagi menjadi dua bagian:

Pertama, tradisi yang sesuai dengan syariah Islam. Tradisi seperti ini diperbolehkan oleh Islam. Untuk menguatkan argument ini, ulama ushul meletakkan kaidah:

المعروف عرفا كالمشروط شرطا

Maksudnya, suatu tradisi baik yang telah terpaku di masyarakat dan tidak menyalahi syariat Islam, maka ia bagai sebuah syarat. Contoh, selepas shalat id, bagi masyarakat muslim Nusantara, dilanjutkan dengan acara silaturahmi. Jika kita shalat lalu berdiam diri di rumah, tidak berailaturrahmi ke sanak kerabat, tentu ini dianggap aneh. Silaturrahmi setelah shalat Ied sudah menjadi semacam “syarat tambahan” bagi perayaan Idul Fitri. Di kampung dulu, jika kita shalat tidak pakai peci, dianggap aneh. Peci menjadi semacam “syarat tambahan” untuk shalat.

Oleh karena pentingnya tradisi ini, para ulama ushul meletakkan kaedah lain, yaitu

العادة محكمة

Maksudnya bahwa tradisi menjadi timbangan hukum. Contoh dalam fikih dalam bab nikah. Jika seorang wanita dilamar seorang pria dan ia tidak menyebutkan nilai mahar, maka mahar yg berlaku adalah mahar yang umum dan sudah mentradisi di masyarakat tersebut.

Islam datang ke Indonesia dibawa oleh orang asing, baik India, Persia maupun Arab. Mereka ke Nusantara juga dengan membawa tradisi bangsanya. Sedikit banayak tradisi tersebut berpengaruh terhadap tradisi nusantara. Surban yang biasa dipakai para kiai itu, merupakan tradisi Arab. Apem, makanan khas bulan Syura dan Ramadhan itu adalah makanan bangsa Arab. Akulturasi budaya lokal dengan Arab paling nampak dari sisi bahasa. Banyak kosakata bahasa Indonesia merupakan hasil serapan dari bahasa Arab.

Jika kita lihat, tradisi mengibarkan bendera kuning saat kematian sama sekali tidak bertentangan dengan hukum Islam. tidak ada sesuatu yang dilanggar. Oleh karena itu, ia boleh dan dapat dilaksanakan. Wallahu a’lam. (Ustadz Wahyudi Sarju Abdurrahim, Lc., M.M.)

=============

Saat ini sedang merintis pembangunan Pesantren Modern Al-Muflihun. Bagi yang ingin wakaf tunai, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201000304569

Related Post