Tanya:
Lafal niat puasa itu yang benar romadona apa romadoni? Mohon penjelasanya pak ustadz. (Edi – Kota Serang)
Jawab:
Wa’alaikum salam. Dalam setiap perbuatan sangat bergantung kepada niat. perbuatan baik jika niatnya riya, maka ia menjadi amal yang tidak baik. maka ketika hendak berbuat baik, harus diniatkan dengan yang baik pula hanya mengharap ridha allah semata. Dalam sebuah hadis disebutkan sebagai berikut:
إنَّمَا الأعمَال بالنِّيَّاتِ وإِنَّما لِكُلِّ امريءٍ ما نَوَى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُولِهِ فهِجْرَتُهُ إلى اللهِ ورَسُوْلِهِ ومَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُها أو امرأةٍ يَنْكِحُهَا فهِجْرَتُهُ إلى ما هَاجَرَ إليهِ
Artinya: “Sesungguhnya amal seseorang itu tergantung dengan niatnya, dan bagi setiap orang balasannya sesuai dengan apa yang di niatkannya. Barangsiapa berhijrah dengan niat kepada Allah dan RasulNya, maka ia mendapatkan balasan hijrahnya kepada Allah dan RasulNya, dan barangsiapa berhijrah dengan niat kepada keuntungan dunia yang akan diperolehnya, atau wanita yang akan dinikahinya, maka (ia mendapatkan balasan) hijrahnya kepada apa yang ia niatkan tersebut”. [Hadist Riwayat Bukhari & Muslim)
Dalam hadis lain disebutkan sebagai berikut:
لَكَ مَا نَوَيْتَ يَا يَزِيدُ ، وَلَكَ مَا أَخَذْتَ يَا مَعْنُ
Artinya: “Engkau dapati apa yang engkau niatkan wahai Yazid. Sedangkan, wahai Ma’an, engkau boleh mengambil apa yang engkau dapati.” [HR. Bukhari, no. 1422]
Semua ulama sepakat bahwa tempat niat itu ada dalam hati dan bukan lisan. andai lisannya niat puasa namun hatinya niat untuk riya, maka puasanya sama sekali tidak ada gunanya. Ibadahnya menjadi riya.
Apakah niat boleh dilafalkan? para ulama madzhab Syafi’i berpendapat bahwa melafalkan niat dibolehkan. Namun ia bukan bagian dari rukun suatu perbuatan. Artinya jika anda sudah niat puasa ramadhan dalam hati dan tidak mengucapkan atau melafalkan niat, maka puasa anda sah.
Adapun kata ‘ramadhan’, itu isim ghair munsharif. Ia tidak dapat majrur. Jika ia posisinya manshub atau majrur baik karena mudhaf ilaih atau karena kemasukan huruf jar, maka bacanya ramadhana, tidak ramadhani.
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ اَدَاءِ فَرْضِ شَهْرِ رَمَضَانَ هذِهِ السَّنَةِ ِللهِ تَعَالَى
Wallahu a’lam.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M.)