Apa Maksud Agama Islam Sudah Sempurna?

Tanya: Assalamualaikum. Apa yang di maksud agama islam yang sempurna? (Heru Priyatna – Tambun) Jawab: Wa’alaikum salam. Benar bahwa agama Islam telah sempurna. Hal ini

Admin

[addtoany]

Tanya:
Assalamualaikum. Apa yang di maksud agama islam yang sempurna? (Heru Priyatna – Tambun)

Jawab:
Wa’alaikum salam. Benar bahwa agama Islam telah sempurna. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut ini:

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“… Pada hari ini telah Aku sempurnakan untukmu agamamu, dan telah Aku cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Aku ridhai Islam sebagai agama bagimu …” [Al-Maa-idah: 3]

وَتَمَّتْ كَلِمَتُ رَبِّكَ صِدْقًا وَعَدْلًا

“Dan telah sempurna kalimat Rabb-mu (Al-Qur-an), (sebagai kalimat) yang benar dan adil …” [Al-An’aam: 115]

وَمَا آتَاكُمُ الرَّسُولُ فَخُذُوهُ وَمَا نَهَاكُمْ عَنْهُ فَانتَهُوا

“… Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah …” [Al-Hasyr: 7]

Makna sempurna adalah:

Bahwa nabi Muhammad saw adalah nabi terakhir dan tidak ada nabi lagi setelah beliau. Risalah Nabi Muhammad saw merupakan penyempurna dari risalah para nabi sebelumnya. Hal ini sesuai dengan hadis nabi berikut ini:
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ – رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ- أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- قَالَ: “إِنَّ مَثَلِي وَمَثَلَ الْأَنْبِيَاءِ مِنْ قَبْلِي كَمَثَلِ رَجُلٍ بَنَى بَيْتًا فَأَحْسَنَهُ وَأَجْمَلَهُ، إِلَّا مَوْضِعَ لَبِنَةٍ مِنْ زَاوِيَةٍ, فَجَعَلَ النَّاسُ يَطُوفُونَ بِهِ، وَيَعْجَبُونَ لَهُ, وَيَقُولُونَ: هَلَّا وُضِعَتْ هَذِهِ اللَّبِنَةُ؟ قَالَ: فَأَنَا اللَّبِنَةُ. وَأَنَا خَاتِمُ النَّبِيِّينَ

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah saw bersabda: “Perumpamaanku dan nabi-nabi sebelumku seperti seseorang yang membangun suatu rumah lalu dia membaguskannya dan memperindahnya kecuali ada satu labinah (tempat lubang batu bata yang tertinggal belum diselesaikan) yang berada di dinding samping rumah tersebut, lalu manusia mengelilinginya dan mereka terkagum-kagum sambil berkata; ‘Duh seandainya ada orang yang meletakkan labinah (batu bata) di tempatnya ini”. Beliau bersabda: “Maka akulah labinah itu dan aku adalah penutup para nabi.” (HR. Bukhari)

Dinamakan sempurna karena semua perkara di dunia telah diterangkan oleh nas baik al-Quran dan as-Sunnah. Ini sesuai dengan firman Allah berikut ini:
وَمَا مِن دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُم ۚ مَّا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِن شَيْءٍ ۚ ثُمَّ إِلَىٰ رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ

“Dan tidak ada seekor binatangpun yang ada di bumi dan burung-burung yang terbang dengan kedua sayapnya, melainkan semuanya merupakan umat-umat (juga) seperti kamu. Tidak ada sesuatu pun yang Kami luputkan di dalam Al-Kitab. Kemudian kepada Rabb-lah mereka dikumpulkan.” [Al-An’aam: 38]

Artinya bahwa setiap urusan makhluk hidup, termasuk di dalamnya manusia, telah diterangkan secara gamblang dalam al-Quran. Hal ini dibuktikan dengan berbagai macam persoalan yang muncul sejak zaman Rasulullah saw hingga saat ini yang sudah berlangsung lebih dari 1000 tahun dan bahkan hingga hari akhir selalu ditemukan solusinya dalam kitab suci.

Para ulama sampai menuliskan jutaan buku untuk mengupas makna al-Quran dan memberikan solusi hukum kepada umat manusia sebagai bukti atas kesempurnaan al-Quran tersebut. Bandingkan dengan kitab-kitab suci agama lain.

Adapun ijtihad ulama, sesungguhnya mereka sekadar mencari sesuatu yang sudah ada dalam nas, baik al-Quran atau as-Sunnah. Para imam mujtahid tidak bergerak dari ruang kosong. Mereka juga tidak berijtihad hanya berpegang pada akal murni saja tanpa ada landasan nas. Semua ijtihad ulama harus berlandaskan nas, termasuk ketika mencari solusi alternatif atas perkara yang maskut anhu (yang tidak ada nasnya secara sharih). Nas memang sangat terbatas, namun mempunyai makna yang tidak terbatas.

Untuk menguak ketiadabatasan nas inilah maka para ulama meletakkan metodologi ijtihad. Dengan metodologi ini, menjadi panduan para imam mujtahidin agar melakukan ijtihad dengan selalu berporos pada nas. Jadi, ijtihad tadi tidak menunjukkan kektidaksempurnaan nas, namun sebaliknya menunjukkan kesempurnaan nas itu sendiri. Wallahu a’lam. (Ustadz Wahyudi Sarju Abdurrahim, Lc., M.M.)

Related Post