Tanya:
Assalamualikum . saya mau bertanya suami saya punya tanah. dulunya rumah nenek. tapi sudah dibeli. dipekarangannya ada pohon peteuy. yang nanam om suami (karena dulunya rumah keluarga) sekarang pohonnya sudah berbuah. tapi jadi rebutan suami (yg punya tanah) dan om suami (yg nanam pohon peteuy) kira2 itu milik siapa ya? Minta dalil/hukum/hadis siapa yg mempunyai hak atas pohon itu. Agar kalau secara agama semua bisa menerima terimakasih. (Lusia Rohaeni, Bandung)
Jawab:
Wa’alaikum salam
Kita membeli tanah, secara urf (tradisi) umumnya kita juga membeli tetumbuhan yang tumbuh di atas tanah tersebut. Kecuali jika dalam akad disebutkan bahwa sesuatu yang berada di atas tanah, bukan miliknya. Ia hanya membeli tanah saja, maka pohon tetap menajdi miliknya.
Terkait tradisi ini, sesuai dengan kaidah berikut:
وَالعُرْفُ مَعْمُوْلٌ بِهِ إِذَا وَرَدْ حُكْمُ مِنَ الشَّرْعِ الشَّرِيْفِ لَمْ يُحَدْ
“‘Urf (kebiasaan setempat) itu boleh dipergunakan jika terdapat hukum syariat yang tidak membatasi.”
Juga kaidah berikut:
العَادَةُ مُحَكَّمَةٌ
“Adat itu bisa dijadikan sandaran hukum.”
Atau dengan kaidah:
المعْرُوْفُ عُرْفًا كَالمشْرُوْطِ شَرْطًا
“Kesepakatan tidak tertulis di masyarakat itu statusnya bagaikan kesepakatan tertulis di antara pelaku transaksi.”
المعْرُوْفُ بَيْن َالتُّجَّارِ كَالمشْرُوْطِ بَيْنَهُمْ
“Kesepakatan yang sudah makruf di tengah-tengah pelaku bisnis itu sama dengan kesepakatan yang tertulis yang dibuat pelaku transaksi.”
Maka dalam hal ini, harus diperjelas ketika membeli tanah, kasusnya atau akadnya bagaimana? Jika sudah terlanjur, dan terlupakan terkait status pohon tersebut kemudian menjadi perselisihan, bagaimanakah statusnya?
Dalam kitab kuning, biasanya ada istilah muzara’ah, yaitu seseorang yang tidak punya lahan namun ingin bercocok tanam. Ada yang punya lahan, tapi tidak bisa mengolah lahan. Maka yang dilakukan adalah paron, yaitu orang tersebut menanam di lahan orang lain dan nanti hasilnya bisa dibagi dua. Pohon dan tanaman tersebut menjadihaknya penanam, namun tanahnya tetap milik orang lain. Hasilnya nanti dibagi dua.
Kasus pohon petai ini sesungguhnya juga demikian. Tidaklah perlu dipertentangan. Pohon milik penanam, dan tanah milik pembeli. Namun hasil dari petai harus dibagi dua. Wallahu a’lam.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc. M.M)
===
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun yang diasuh oleh Ustadz Wahyudi Abdurrahim Lc, M.M, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899