Tanya:
Saya seorang istri dengan 2 orang anak menikah kurang lebih 7 tahun dengan suami.. Belakangan saya baru mengetahui ibu saya hamil di luar nikah oleh ayah saya lalu dinikahkan saat usia kandungan 3 bulan.. Usia kandungan dari akad sampai melahirkan ibu saya 6 bulan kurang 2 hari.. Saat saya menikah ayah saya yang menjadi wali nikahnya pertanyaanya.. 1. Apakah sah pernikahan saya dengan suami saya? 2. Apakah saya harus melakukan pernikahan ulang dengan wali nikah… Ayah saya saat ini sudah meninggal dunia..
Jawab:
Wa’alaikum salam
Terkait menikahi wanita hamil hasil zina dari orang yang menghamilinya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama. Ulama dari madzhab Hambali dan Maliki mengharamkan. Sementara ulama dari kalangan Syafii dan Hanafi membolehkan. Hukum yang diberlakukan di Indonesia adalah mengambil dari madzhab Syafii yang membolehkan. Hal ini dapat dilihat dari Pasal 53 ayat [1] KHI). Perkawinan wanita yang hamil di luar nikah dengan pria yang menghamilinya dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya (lihat Pasal 53 ayat [2] KHI.
Pendapat ini pula yang dirajihkan oleh Majelis tarjih Muhammadiyah, sebagaimana yang termuat dalam fatwa tarjih “Untuk menetapkan hukum perkawinan wanita hamil dengan laki-laki yang menyebabkan kehamilannya dapat dilakukan dengan qias, yaitu dengan mengqiaskannya kepada perkawinan (rujuk) bekas suami dengan bekas istrinya yang sedang hamil yang sedang dalam masa iddah. Laki-laki yang mengahamili perempuan itu dapat disamakan dengan laki-laki yang merujuk istrinya dalam keadaan hamil. Perempuan yang dalam keadaan hamil dapat disamakan dengan wanita yang dalam iddah karena hamil, demikian pula sperma yang dikandung oleh kedua perempuan yang sedang hamil itu adalah sperma dari laki-laki yang menyebabkan kehamilannya. Sehingga faraj kedua, wanita itu adalah tempat menyemaikan benih dari kedua laki-laki itu. Faraj perempuan yang sedang ditaburi benih seorang laki-laki tidak boleh ditaburi benih laki-laki lain, berdasarkan hadist:
“Diriwayatkan dari Ruwaifi’ ibn Tsabit al-Anshariy, Ia berkata : aku pernah bersama Nabi SAW pada perang Hunain, beliau berdiri di antara kami dan berpidato: Dilarang seorang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat menumpahkan airnya (maninya) di atas kebun orang lain…”(HR. Ahmad)
Berdasarkan keterangan di atas, maka Majelis Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah menganut pendapat kedua ini, yaitu perempuan hamil yang tidak mempunyai suami dilarang melakukan akad nikah, kecuali dengan laki-laki yang menyebabkan kehamilannya. Hal ini sesuai dengan kesimpulan pendapat yang berkembang pada seminar Majlis Tarjih se-Jawa yang berlangsung di Yogyakarta pada tahun 1986.
Dengan berdasarkan pada fatwa di atas, maka status pernikahan orang tua Anda sah, anak yang lahir dari orang tua adalah anak yang sah dan perwalian dalam pernikahan juga sah sehingga tidak perlu akad ulang. Wallahu a’lam
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc. M.M)
===
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun yang diasuh oleh Ustadz Wahyudi Abdurrahim Lc, M.M, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899