Assalamualaikum wr. wb.
Apa kabar saudaraku?
Semoga Anda dalam keadaan sehat walafiat, mampu manjalani hidup ini untuk beribadah kepada Allah SWT, dan selalu mendapat pelindungan dari-Nya. Amin!
Rasulullah saw. bersabda,
اِغْتَنِمْ خَمْسًا قَبْلَ خَمْسٍ : شَبَابَكَ قَبْلَ هَرَمِكَ وَ صِحَّتَكَ قَبْلَ سَقَمِكَ وَ غِنَاكَ قَبْلَ فَقْرِكَ وَ فَرَاغَكَ قَبْلَ شَغْلِكَ وَ حَيَاتَكَ قَبْلَ مَوْتِكَ
“Manfaatkanlah lima perkara sebelum lima perkara: waktu mudamu sebelum datang waktu tuamu; waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu; masa kayamu sebelum datang masa kefakiranmu; masa luangmu sebelum datang masa sibukmu; hidupmu sebelum datang matimu.” (HR Hakim No. 7846 dan Baihaqi No. 10248)
Di dalam kehidupan ini manusia sering lupa terhadap hal-hal yang penting dipersiapkan untuk hari esok. Persiapan itu dimulai dari seseorang sudah memasuki masa balignya. Bahkan, untuk pendidikan dirinya, semasa kecil sudah dipersiapkan oleh orang tuanya agar begitu memasuki masa taklifnya, remaja muslim sudah memiliki tanggung jawabnya terhadap kewajiban agamanya, baik melaksanakan perintah Allah SWT maupun mencegah dirinya dari perbuatan yang dilarang-Nya.
Rasululah saw. memberikan nasihat kepada setiap mukmin untuk memanfaatkan lima hal sebelum datang lima hal pula. Kelimanya pasti akan dijalani oleh setiap muslim, yakni masa muda sebelum datang masa tua, waktu sehat sebelum datang waktu sakit, masa kaya sebelum datang masa papa, masa luang sebelum datang masa sibuk, dan hidup sebelum datang mati. Semuanya memang kesenangan dunia. Namun, banyak orang yang terlena dengan masa muda, kesehatan, kelapangan waktu, kekayaan, dan kehidupan yang pasti akan berakhir. Apakah kesadaran terhadap nikmat itu baru muncul setelah semuanya luput dari manusia? Nasihat Rasulullah itu akan mengingatkan kita bahwa kehidupan yang dijalani tidak langgeng dan akan sirna.
Pertama, masa muda sebelum datang masa tua
Masa muda adalah masa yang indah bagi seseorang. Masa senang-senangnya seseorang dalam pergaulan dan pembekalan diri. Kalau tidak pandai-pandai menjalani kehidupan pada masa muda, pemuda akan hanyut ditelan masa. Namun, orang yang beriman dapat menjalaninya dengan sebaik-baiknya.
Untuk beramal, umumnya orang menunggu masa pensiun atau tua, yakni masa sudah tidak ada lagi kesibukan, masa yang sudah jarang, bahkan tidak ada lagi orang yang menyapanya di kantor. Ada orang yang diajak melaksanakan salat pada masa mudanya, jawabnya hanya eteng, Ntar saja. Nyatanya juga tidak dilaksanakannya. Diajak berinfak, dia hanya berucap, ya. Kenyataannya tidak dilakukannya. Sebaliknya, jika diajak menonton ke bioskop, konser, pertunjukan, klub malam, justru cepat dan langsung berangkat walaupun dia harus mengeluarkan biaya ratusan ribu, bahkan jutaan rupiah. Itulah godaan dunia.
Rasulullah saw. pernah menasihati seorang sahabat yang tatkala itu berusia muda (berumur sekitar 12 tahun), yaitu Ibnu Umar r.a. Sambil memegang pundak Ibnu Umar, Rasulullah bersabda,
كُنْ فِي الدُّنْيَا كَأَنَّكَ غَرِيْبٌ , أَوْ عَابِرُ سَبِيْلٍ
“Hiduplah engkau di dunia ini seakan-akan sebagai orang asing atau penyeberang jalan.” (HR Bukhari No. 6416)
Nasihat yang disampaikan Rasulullah kepada anak remaja mengingatkan bahwa kehidupan itu hanya sebentar. Walaupun masih remaja, seseorang harus waspada dalam kehidupan. Orang asing pasti akan kembali ke tempat asalnya dan penyeberang jalan yang menempuh waktu sebentar. Begitu sampai di seberang, berati dia sudah sampai di tujuan meninggalkan alam fana ini. Oleh karena itu, seseorang perlu mempersiapkan bekalnya sejak masa muda dan tidak menunggu sampai masa tuanya.
Kedua, Waktu sehat sebelum datang waktu sakit
Pada waktu sehat orang sering lupa bahwa suatu ketika dia akan menderita sakit. Memang sakit tidak kita harapkan, tetapi tidak ada orang yang tahu apakah dia sehat selamanya. Ada orang berkata, saya belum pernah sakit. Bisa jadi pada saat berjalan, ia tersandung yang mengakibatkan kakinya terkilir sehingga dia digotong dan cedera. Bukankah itu termasuk sakit?
Orang yang sehat sering lupa akan kewajibannya kapada Tuhannya. Padahal, kesehatan itu anugerah Allah SWT. Manakala kesehatan diganti dengan sakit atau senang diganti dengan susah, di sana dia ingat akan Tuhannya. Pada waktu dia akan merasakan betapa mahalnya nikmat sehat. Namun, saat sehat dan senang, kita kadang lupa kepada-Nya, sebagaimana “sindiran” Allah SWT dalam Al-Quran:
وَإِذَا مَسَّ ٱلْإِنسَٰنَ ٱلضُّرُّ دَعَانَا لِجَنۢبِهِۦٓ أَوْ قَاعِدًا أَوْ قَآئِمًا فَلَمَّا كَشَفْنَا عَنْهُ ضُرَّهُۥ مَرَّ كَأَن لَّمْ يَدْعُنَآ إِلَىٰ ضُرٍّ مَّسَّهُۥ ۚ كَذَٰلِكَ زُيِّنَ لِلْمُسْرِفِينَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Apabila manusia ditimpa bahaya, dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk, atau berdiri. Akan tetapi, setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. Begitulah orang-orang yang melampaui batas. ”(QS Yunus [10] : 12)
Ketiga, masa kaya sebelum datang masa kefakiran
Kekayan pada hakikatnya merupakan ujian bagi manusia. Dengan kekayaannya itu apakah seseorang dekat dengan Allah atau justru makin jauh dari-Nya sehingga tidak beribadah kepada Allah SWT. Allah Azza wa Jalla¬¬ berfirman,
وَنَبْلُوكُم بِٱلشَّرِّ وَٱلْخَيْرِ فِتْنَةً ۖ وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Kami menguji kalian dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan dan hanya kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (QS Al-Anbiya: 35)
Karena itu, orang kaya jangan terlena sampai menunggu sengsara baru beramal saleh. Bagi Allah mudah saja menjadikan hari ini kaya, besok bisa jadi papa.
وَٱعْلَمُوٓا۟ أَنَّمَآ أَمْوَٰلُكُمْ وَأَوْلَٰدُكُمْ فِتْنَةٌ وَأَنَّ ٱللَّهَ عِندَهُۥٓ أَجْرٌ عَظِيمٌ
“Ketahuilah bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan. Sesungguhnya di sisi Allah ada pahala yang besar. (Al-Anfal 28)
Jangan sampai harta benda menjadi penyebab orang lalai terhadap perintah Allah SWT, sesuai dengan firman-Nya,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ ۚ
“Wahai orang yang beriman, janganlah harta dan anak-anakmu melalaikan kamu untuk ingat kepada Allah.” (QS Al-Munafiqun: 9)
Keempat, masa luang sebelum datang masa sibuk
Kesibukan kadang-kadang menjadi alasan begi seseorang untuk menunda-nunda beribadah dan beramal saleh. Karena sibuk dalam pekerjaan, tidak jarang muslim melalaikan panggilan Allah SWT, bahkan meninggalkannya. Bukankah waktu luang itu sangat berharga dan harus kita kelola dengan sebaik-baiknya. Ketika datang waktu salat, ia masih sibuk bekerja di kantor atau di mana pun. Padahal, palaksanaan ibadah kepada Allah SWT dalam bentuk salat itu sudah diaturkan oleh Allah SWT sedemikian rupa, yakni pada waktu istirahat.
Waktu itu sangat berharga bagi manusia. Pemanfaatan waktu bergantung pada mereka. Manakala mereka mampu mengelola waktu, tidak akan ada kesia-siaan dalam hidup. Kapan kewajiban harus didahulukan dan kapan suatu kegiatan harus ditangguhkan. Seorang mukmin sudah memiliki kewajiban yang terjadwal yang jika ditunda akan menjauhkannya dari kendali Allah SWT.
Waktu harus diatur berdasarkan prioritas. Di dalam Islam sudah ada pengaturan waktu berdasarkan prioritas. Mulai dari salat wajib (5 kali sehari dan semalam) , puasa Ramadan (1 bulan salam setahun), zakat (ada nisab dan haul), haji (sekali seumur hidup kalau ada biaya). Semuanya menunjukkan pemanfaatan waktu. Oleh karena itu, mukmin memiliki kemampuan untuk melaksanakan ibadah pokok jangan sampai menunda-nundanya. Suatu ibadah jika Anda tunda akan menghilangkan kesempatan apakah kesempatan itu bisa datang lagi?
Allah SWT berfirman,
وَمَا تَدْرِى نَفْسٌ مَّاذَا تَكْسِبُ غَدًا ۖ وَمَا تَدْرِى نَفْسٌۢ بِأَىِّ أَرْضٍ تَمُوتُ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌۢ
“Tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati.” (QS Lukman: 34)
Kelima, hidup sebelum datang mati
Setiap orang yang berulang tahun pada umumnya ada yang mengucapkan, ‘Selamat ulang tahun semoga panjang umur.” Itulah harapan setiap orang agar bisa berumur panjang. Padahal, umur manusia merupakan hak prerogatif Allah. Manusia berharap boleh-boleh saja. Apa gunanya umur panjang, tetapi sepanjang hidupnya banyak maksiat daripada taatnya. Jika umurnya panjang dan selalu taat kepada Allah SWT, itu boleh menjadi harapan orang yang beriman. Seharusnya ucapan selamat itu “Semoga panjang umur dalam ketaatan”. Insyaallah, umurnya panjang, amalnya saleh, hidupnya bermanfaat bagi orang lain. Hidupnya makin tua seperti padi, makin tua tunduk. Bukan seperti ilalang, makin tua makin mendongak, menghadapnya bukan ke bawah, tetapi ke atas. Itulah hidup yang celaka. Padahal, Rasulullah mengingatkan kita seperti sabdanya,
خيركم من طال عمره وحسن عمله
“Sebaik-baik kalian adalah orang yang panjang usianya dan bagus amalnya.” (HR At-Tirmidzi).
Semoga keberadaan kita di dunia ini menjadi mukmin yang dapat memanfaatkan masa muda bagi yang masih muda, kesehatan sebagai anugerah Allah SWT, kesempatan waktu untuk beribadah dan beramal, kekayaan sebagai karunia dari Allah SWT, dan umur yang dianugerahkan untuk taat kepada-Nya dengan menjalankan segala perintah dan meninggalkan larangan-Nya. Dengan demikian, di akhirat pun akan memperoleh kehidupan yang bahagia. Amin!
Wallahu a’lam bissawab.