Tanya:
Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatu,saya ingin bertanya pak ustadz bagaimana cara menghadapi istri yang seslalu mengeluh tentang waktu,pekerjaan dan pendapatan saya,sebelum menikah saya bekerja di luar pulau dan bisa pulang 6 bulan sekali,setelah menikah istri saya meminta saya agar mencari pekerjaan yg bisa pulang ke rumah tiap hari,setelah saya turuti keinginan istri saya,saya resign dr pekerjaan saya,setelah sebulan mencari saya mendapatkan pekerjaan di pabrik elektronik,tetapi istri saya keberatan jika saya bekerja di tempat yg mayoritas pekerjanya perempuan,akhirnya saya mencari pekerjaan lagi,setelah 3 bulan mencari akhirnya saya dapat pekerjaan kembali di pabrik yg mayoritas pekerjanya laki2,tetapi setelah 2 bulan bekerja istri saya meminta saya kembali untuk mencari pekerjaan karna di tempat kerja saya yg sekarang gajinya tidak setandar UMR,lalu saya akhirnya saya resign kembali dan mencari pekerjaan,setelah 6 bulan lamanya saya mendapatkan pekerjaan kembali tetapi pekerjaan saya ini tidak bisa balik k rumah setiap hari,dan sering ke luar kota dengan durasi yang agak lama,dan kebetulan istri saya sedang hamil,dan istri saya sangat tidak setuju jika saya mengambil pekerjaan ini,sementara saya harus menyiapkan dana untuk biaya persalinan anak dan pendidikan anak saya,dan akhirnya saya ambil pekerjaan ini dan sampai saat ini istri saya marah kepada saya. (Bachtiar Lazuardi, Kab. Bekasi)
Jawab:
Wa’alaikum salam
Alhamdulillah semoga kehidupan anda bahagia dunia akhirat. Yang harus digarisbawahi adalah bahwa ketika perempuan menikah, yang jadi ketua rumah tangga adalah suami. Allah Ta’ala berfirman:
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ وَبِمَا أَنْفَقُوا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
“Laki-laki (suami) itu pelindung bagi perempuan (isteri), karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah memberikan nafkah dan hartanya.” [An-Nisaa’ : 34]
Jadi, suami menjadi pemimpin keluarga, di antara sebabnya adalah bahwa laki-laki biasa menggunakan logika dan bukan emosi. Selain itu, suami yang wajib menanggung nafkah.
Seorang istri, semestinya selalu taat kepada suami selama dalam kebaikan. Maka jaminan istri yang seperti itu adalah surga. Hal ini sebagaimana hadis berikut:
لَوْ كُنْتُ آمِرًا أَحَدًا أَنْ يَسْجُدَ ِلأَحَدٍ َلأَمَرْتُ الْمَرْأَةَ أَنْ تَسْجُدَ لِزَوْجِهَا
“Seandainya aku boleh menyuruh seorang sujud kepada seseorang, maka aku akan perintahkan seorang wanita sujud kepada suaminya.” [HR. Tirmidzi)
Juga hadis berikut:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ شَهْرَهَا، وَحَصَّنَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ بَعْلَهَا، دَخَلَتْ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شَاءَتْ
“Apabila seorang isteri mengerjakan shalat yang lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya (menjaga kehormatannya), dan taat kepada suaminya, niscaya ia akan masuk Surga dari pintu mana saja yang dikehendakinya.” [HR. Ibnu Hibban)
Juga hadis berikut:
وَنِسَاؤُكُمْ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ: اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا؛ اَلَّتِي إِذَا غَضِبَ جَائَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِيْ يَدِ زَوْجِهَا وَتَقُوْلُ: لاَ أَذُوْقُ غَمْضًا حَتَّى تَرْضَى
“Wanita-wanita kalian yang menjadi penghuni Surga adalah yang penuh kasih sayang, banyak anak, dan banyak kembali (setia) kepada suaminya yang apabila suaminya marah, ia mendatanginya dan meletakkan tangannya di atas tangan suaminya dan berkata, ‘Aku tidak dapat tidur nyenyak hingga engkau ridha.’” (HR. Thabrani).
Karena istri yang menggunakan emosi itu, maka ia mudah labil. Istri juga akan selalu meminta untuk mendapatkan perhatian dan kasih sayang secara terus menerus.
Terkait nafkah, tentu anda lebih paham dengan kebutuhan anda. Maka komunikasikan dengan istri anda bahwa mencari nafkah bukan perkara mudah. Mencari nafkah bagi suami adalah mendapat pahala yang sangat besar.
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda:
دِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ فِى رَقَبَةٍ وَدِينَارٌ تَصَدَّقْتَ بِهِ عَلَى مِسْكِينٍ وَدِينَارٌ أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ أَعْظَمُهَا أَجْرًا الَّذِى أَنْفَقْتَهُ عَلَى أَهْلِكَ
Artinya: “Satu dinar yang engkau keluarkan di jalan Allah, lalu satu dinar yang engkau keluarkan untuk memerdekakan seorang budak, lalu satu dinar yang engkau yang engkau keluarkan untuk satu orang miskin, dibandingkan dengan satu dinar yang engkau nafkahkan untuk keluargamu maka pahalanya lebih besar (dari amalan kebaikan yang disebutkan tadi, pen)” (HR. Muslim no. 995).
Juga sabda Nabi berikut:
إِنَّكَ لَنْ تُنْفِقَ نَفَقَةً تَبْتَغِى بِهَا وَجْهَ اللَّهِ إِلاَّ أُجِرْتَ عَلَيْهَا ، حَتَّى مَا تَجْعَلُ فِى فِى امْرَأَتِكَ
Artinya: “Sungguh tidaklah engkau menginfakkan nafkah (harta) dengan tujuan mengharapkan (melihat) wajah Allah (pada hari kiamat nanti) kecuali kamu akan mendapatkan ganjaran pahala (yang besar), sampai pun makanan yang kamu berikan kepada istrimu.” (HR. Bukhari no. 56).
Dengan komunikasi yang baik, insya Allah istri akan memahami. Anda juga harus selalu bersabar dalam menghadapi istri anda. Dengan kesabaran dan kasih sayang, hati istri akan mudah luluh. Semoga anda bahagia dunia akhirat. Amin.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M)