Tanya:
Assalamualaikum ustadz, saya mau bertanya terkait hukum seorang kakak laki laki yang ikut tinggal bersama adik perempuannya yang telah berkeluarga.
Jadi Paman saya tinggal satu rumah bersama keluarga saya. hal itu dikarenakan beliau sebatang kara, cerai dari istrinya dan tidak memiliki rumah. pada awalnya kami mengira hanya berapa bulan saja, tapi ternyata sudah 8 tahun lamanya sampai sekarang beliau tinggal bersama kami. Segala kebutuhan seperti makan dan lainnya malah akhirnya ayah dan ibu saya yang menanggung. Paman saya selama 8 tahun tersebut tidak bekerja dan belum memutuskan untuk menikah lagi. Jujur saya kasihan kepada orang tua saya yang sudah semakin tua. ayah saya hanya seorang tukang bangunan, ibu saya ibu rumah tangga dan memiliki 4 orang anak. ayah dan ibu saya sebenarnya merasa terbebani karena menanggung kebutuhan paman saya. padahal sebenarnya paman saya masih sehat dan bisa bekerja. sudah berapa kali kami nasihati beliau untuk mencoba menikah lagi atau bekerja untuk merubah hidupnya agar tidak bergantung atau membebani orang lain. namun nyatanya susah, paman saya keras dan sulit dinasihati. ibu saya selama ini mentalnya selalu down karena banyak pikiran dan beban. bahkan terkadang hal tersebut memancing keributan diantara ayah dan ibu. karena ayah saya merasa tidak kuat lagi harus menanggung kebutuhan paman saya yang entah sampai kapan. terlebih lagi kondisi ekonomi kami yang selalu turun dan terkadang tidak mencukupi. Lalu apa yang sebaiknya kami lakukan? (Hamba Allah – Purbalingga)
Jawab:
Wa’alaikum salam
Seorang laki-laki yang baligh, sesungguhnya sudah mempunyai beban hukum sendiri. Ia juga sudah mempunyai kewajiban untuk mencari nafkah sendiri. Jika orang tua memberi nafkah anak laki-laki yang sudah baligh, itu adalah bagian dari rasa kasih sayang dan rasa tanggung jawab seorang ayah kepada anaknya.
Rasulullah saw sendiri memerintahkan kepada kita untuk selalu bekerja karena bekerja merupakan perintah agama. Di antaranya adalah firman Allah berikut:
وَقُلِ اعْمَلُوا فَسَيَرَى اللَّهُ عَمَلَكُمْ وَرَسُولُهُ وَالْمُؤْمِنُونَ ۖ وَسَتُرَدُّونَ إِلَىٰ عَالِمِ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ فَيُنَبِّئُكُمْ بِمَا كُنْتُمْ تَعْمَلُونَ
Dan Katakanlah: “Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mu’min akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan. (QS. At-Taubah [9]:105)
Juga firman Allah berikut;
أَمَّا السَّفِينَةُ فَكَانَتْ لِمَسَاكِينَ يَعْمَلُونَ فِي الْبَحْرِ فَأَرَدْتُ أَنْ أَعِيبَهَا وَكَانَ وَرَاءَهُمْ مَلِكٌ يَأْخُذُ كُلَّ سَفِينَةٍ غَصْبًا
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. (QS. Al-Kahfi [18]:79)
Juga firman Allah berikut:
قَالَتْ إِحْدَاهُمَا يَا أَبَتِ اسْتَأْجِرْهُ ۖ إِنَّ خَيْرَ مَنِ اسْتَأْجَرْتَ الْقَوِيُّ الْأَمِينُ
Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: “Ya bapakku ambillah ia sebagai orang yang bekerja(pada kita), karena sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja (pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya”. (QS. Al-Qashas [28]:26 – 27)
Jadi, bekerja merupakan perintah Allah dan bagian dari ibadah. orang yang bekerja, akan mendapatkan banyak pahala. Setiap keringat yang keluar dari dirinya, mengalirkan kebaikan-kebaikan dan pahala yang sangat besar.
أَفْضَلُ دِيْنَارٍ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ دِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى عِيَالِهِ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ الرَّجُلُ عَلَى دَابَّتِهِ فِي سَبِيْلِ اللهِ عَزَّ وَجَلَّ، وَدِيْنَارٌ يُنْفِقُهُ عَلَى أَصْحَابِهِ فِي سَبِيْلِ اللهِ
“Dinar yang paling utama yang dibelanjakan oleh seseorang adalah dinar yang dinafkahkan untuk keluarganya dan dinar yang dibelanjakan oleh seseorang untuk tunggangannya dalam jihad dijalan Allah ‘azza wa jalla dan dinar yang diinfakkan oleh seseorang untuk teman-temannya dijalan Allah Subhanahu wa Ta’ala”. [HSR. Muslim no.994]
Tentu ini berbeda dengan perempuan. Ia tidak mempunyai beban mencari nafkah. Ketika belum menikah, beban nafkah berada di pundak ayah. Ketika sudah menikah, beban nafkah berada di pundak suami. Hanya Islam membolehkan wanita untuk bekerja, sebagaimana Khadijah adalah seorang saudagar yang bekerja menjual kain.
Menolong saudara yang lemah, dalam artian sudah berusaha namun belum juga mampu, adalah anjuran agama. Hal ini sebagaimana firman Allah berikut:
يَسْأَلُونَكَ مَاذَا يُنْفِقُونَ قُلْ مَا أَنْفَقْتُمْ مِنْ خَيْرٍ فَلِلْوَالِدَيْنِ وَالأقْرَبِينَ وَالْيَتَامَى وَالْمَسَاكِينِ وَابْنِ السَّبِيلِ
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin, dan orang yang dalam perjalanan”. (QS. Al Baqarah: 215)
Bantuan ini, sifatnya sunnah dan bukan wajib. Namun pahalanya sangat besar. Hanya saja, jangan sampai dengan bantuan ini memberatkan seseorang. Atau ada seseorang yang sesungguhnya bisa bekerja, namun tidak mau bekerja dan mengandalkan orang lain. Orang seperti ini, tidak baik dalam pandangan agama. Bahkan apa yang ia makan, kelak akan menjadi api neraka sebagaimana hadis riwayat imam ahmad berikut ini;
حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ آدَمَ، وَيَحْيَى بْنُ أَبِي بُكَيْرٍ، قَالَا: حَدَّثَنَا إِسْرَائِيلُ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ، عَنْ حُبْشِيِّ بْنِ جُنَادَةَ، قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: «مَنْ سَأَلَ مِنْ غَيْرِ فَقْرٍ، فَكَأَنَّمَا يَأْكُلُ الْجَمْرَ»
Yahya bin Adam dan Yahya bin Abi Bukair menuturkan kepada kami, mereka berdua mengatakan, Israil menuturkan kepada kami, dari Abu Ishaq, dari Hubsyi bin Junadah radhiallahu’anhu, ia berkata: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda: “Barangsiapa yang meminta-minta padahal ia tidak fakir maka seakan-seakan ia memakan bara api”.
Untuk anda, jika hendak terus membantu saudara anda, dipersilahkan. Jika dilakukan dengan ikhlas, semoga berpahala. Namun anda harus tetap memberikan saran kepadanya untuk selalu bekerja mencari nafkah sendiri karena itu merupakan hak dia.
Jika anda keberatan karena sudah terlalu lama, maka anda boleh menyampaikan kepadanya secara halus tentang keberatan anda. Silahkan bersikap terbuka kepadanya. Jangan di depan baik, namun di belakang tidak setuju dan menyembunyikan kekesalan. Keterbukaan jauh lebih mulia. Semoga dengan keterbukaan dan komunikasi yang baik, ia bisa menyadari dan bisa mencari rezeki sendiri. Wallahu a’lam bishawab. (Ustadz Wahyudi Sarju Abdurrahim, Lc., M.M.)
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan pesantren Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung