Suatu hari, Rasulullah bersama dengan para sahabat pulang dari perang Muraisi’ menuju Madinah. Pada waktu itu, yang mendapat giliran untuk menemani Rasulullah dari istri beliau adalah sayyidah ‘Aisyah Ra. Dalam perjalanan pulang, mereka rehat sejenak dan beristirahat di sebuah tempat. Karena waktu istirahat, maka ‘Aisyah ra keluar dari sekedupnya, yaitu tandu yang berada di atas punggung unta untuk suatu keperluan. Lalu beliau kembali ke sekedupnya. Para sahabat juga mengetahui bahwa beliau telah kembali. namun tiba-tiba saja beliau menyadari, jika kalungnya jatuh. Lantas ia keluar lagi dari sekedupnya dan mencari kalung yang hilang.
Di saat itu, para sahabat tidak mengetahui bahwa beliau keluar dari sekedup. Sewaktu istirahat usai, perjalanan dilanjutkan. Mereka mengira bahwa Aisyah ra sudah ada di sekedup. Padahal beliau masih sibuk mencari kalung. Saat kembali untuk yang kedua kali, ternyata rombongan sudah berangkat. Para shahabat yang menaikkan sekedup itu ke punggung unta tidak menyadari bahwa ‘Aisyah ra tidak ada di dalamnya. Aisyah sendiri waktu masih tidak terlalu berat sehingga para sahabat yang membawanya tidak menyadari. Aisyah tentu gelisah karena ditinggal rombongan. Beliau tidak menyusul rombangan, namun duduk di bawah pohon dan menanti rombongan. Beliau yakin, bahwa tatkala rombongan menyadari beliau tidak ada di dalam sekedup, maka rombongan akan segera kembali ke tempat peristirahatan untuk menjemput beliau.
Namun rombongan tidak kunjung datang. Akhirnya salah satu shahabat rasulullah saw yang bernama Shafwan bin al-Mu’atthal as-Sulami lewat di tempat itu dan mengenali ‘Aisyah ra. Beliau mengenai sayiidah Asiyah, karena pernah melihatnya saat sebelum hijab diwajibkan. Shafwan beristirja’ dengan mengucapkan innalillah wa inna ilaihi rajiun. Kemudian ia membantu Sayidah Aisyah dengan menidurkan untanya agar ‘Aisyah ra bisa naik unta sementara Shafwan menuntunnya sampai ke Madinah. Selama perjalanan, Shafwan ra tidak pernah mengucapkan kalimat apapun kepada ‘Aisyah ra.
Peristiwa ini dimanfaatkan oleh kaum munafik. Mereka mulai menyebar berita hoax. Orang-orang munafik memanfaatkan situasi untuk menyebar fitnah dengan menuduh perbuatan tidak baik kepada umul mukminin. Orang munafik yang paling getol dalam penyebaran fitnah dan berita hoax itu adalah Abdullah bin Ubay Ibnu Salul.
Secara cepat berita bohong dan fitnah menyebar dari mulut ke mulut. Ada beberapa shahabat yang termakan berita hoax dari Abdullah bin Salul. Di antaranya adalah Misthah bin Utsâtsah, sepupu Abu Bakr ash-Shiddiq ra, Hassan bin Tsabit dan Hamnah bintu Jahsy ra.
Rasulullah sangat sedih. Beliau sendiri yakin bahwa berita yang tersebar di masyarakan adalah fitnah dan hoax. Beliau tau dengan akhlak dan kehormatan Sayidah Aisyah.
Berita hoax yang disebar oleh orang-orang munafik ini, menimbulkan perpecahan di kalangan umat Islam. Antar mereka saling curiga dan bahkan hamper saja terjadi pertikaian. Sebagai respon berita hoax ini, Sa’ad bin Mu’âdz Ra menyatakan kesiapannya untuk membunuh kaum Aus yang terlibat dalam penyebaran berita dusta ini. Sikap Sa’ad bin Mu’adz ditentang oleh Sa’ad bin Ubadah ra, karena di antara yang tertuduh terlibat dalam penyebaran berita hoax berasal dari kaum Sa’ad bin Ubâdah ra. Hampir saja kekacauan yang diinginkan kaum munafik menjadi nyata. Rasulullah turun tangan dan berhasil meredam pertikaian kaum muslimin.
Rasulullah juga bermusyawarah kepada para sahabat untuk menyudahi peristiwa ini. Para sahabat pun berbeda pendapat. Ada yang menyarankan rasulullah untuk menceraikan sitrinya, ada pula yang meminta rasulullah untuk menahan diri. Suasana menjadi sangat kacau.
Awalnya, Aisyah ra tidak menyadari terkait berita hoax tentang dirinya yang sudah menyebar di masyarakat. Beliau baru menyadari ketika jatuh sakit dan meminta ijin kepada Rasûlullâh ra untuk tinggal sementara waktu di rumah orang tua beliau yaitu Abu Bakar ra.
Tatkala beliau mengetahui, beliau menangis sedih. Berhari-hari beliau tidak bisa berhenti menangis. Peristiwa ini berlangsung hampir selama satu bulan. Beliau berdoa, agar segera turun wahyu yang dapat melepaskan fitnah keji tersebut. Hingga pada akhirnya, turun ayat yang membebaskan Aisyah dan menyatakan bahwa apa yang terjadi adalah hoax yang disebarkan oleh orang munafik.
: إِنَّ الَّذِينَ جَاءُوا بِالْإِفْكِ عُصْبَةٌ مِنْكُمْ ۚ لَا تَحْسَبُوهُ شَرًّا لَكُمْ ۖ بَلْ هُوَ خَيْرٌ لَكُمْ ۚ لِكُلِّ امْرِئٍ مِنْهُمْ مَا اكْتَسَبَ مِنَ الْإِثْمِ ۚ وَالَّذِي تَوَلَّىٰ كِبْرَهُ مِنْهُمْ لَهُ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١١﴾ لَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ ظَنَّ الْمُؤْمِنُونَ وَالْمُؤْمِنَاتُ بِأَنْفُسِهِمْ خَيْرًا وَقَالُوا هَٰذَا إِفْكٌ مُبِينٌ ﴿١٢﴾ لَوْلَا جَاءُوا عَلَيْهِ بِأَرْبَعَةِ شُهَدَاءَ ۚ فَإِذْ لَمْ يَأْتُوا بِالشُّهَدَاءِ فَأُولَٰئِكَ عِنْدَ اللَّهِ هُمُ الْكَاذِبُونَ ﴿١٣﴾ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ لَمَسَّكُمْ فِي مَا أَفَضْتُمْ فِيهِ عَذَابٌ عَظِيمٌ ﴿١٤﴾ إِذْ تَلَقَّوْنَهُ بِأَلْسِنَتِكُمْ وَتَقُولُونَ بِأَفْوَاهِكُمْ مَا لَيْسَ لَكُمْ بِهِ عِلْمٌ وَتَحْسَبُونَهُ هَيِّنًا وَهُوَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمٌ ﴿١٥﴾ وَلَوْلَا إِذْ سَمِعْتُمُوهُ قُلْتُمْ مَا يَكُونُ لَنَا أَنْ نَتَكَلَّمَ بِهَٰذَا سُبْحَانَكَ هَٰذَا بُهْتَانٌ عَظِيمٌ ﴿١٦﴾ يَعِظُكُمُ اللَّهُ أَنْ تَعُودُوا لِمِثْلِهِ أَبَدًا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ ﴿١٧﴾ وَيُبَيِّنُ اللَّهُ لَكُمُ الْآيَاتِ ۚ وَاللَّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ ﴿١٨﴾ إِنَّ الَّذِينَ يُحِبُّونَ أَنْ تَشِيعَ الْفَاحِشَةُ فِي الَّذِينَ آمَنُوا لَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ وَأَنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ ﴿١٩﴾ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَتُهُ وَأَنَّ اللَّهَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ 11.
Artinya: Sesungguhnya orang-orang yang membawa berita bohong itu adalah dari golongan kamu juga. Janganlah kamu kira bahwa berita bohong itu buruk bagi kamu bahkan ia adalah baik bagi kamu, tiap-tiap orang dari mereka mendapat balasan dari dosa yang dikerjakannya. Dan siapa di antara mereka yang mengambil bagian terbesar dalam penyiaran berita bohong itu, maka baginya azab yang besar. 12. Mengapa di waktu kamu mendengar berita bohong itu orang-orang Mukminin dan Mukminat tidak bersangka baik terhadap diri mereka sendiri, dan (mengapa tidak) mengatakan, “Ini adalah berita bohong yang nyata.” 13. Mengapa mereka (yang menuduh itu) tidak mendatangkan empat orang saksi atas berita bohong itu ? Karena mereka tidak mendatangkan saksi-saksi, maka mereka itu di sisi Allâh adalah orang- orang yang dusta. 14. Sekiranya tidak ada kurnia Allâh dan rahmat-Nya kepada kamu semua di dunia dan di akhirat, niscaya kamu ditimpa azab yang besar, akibat pembicaraan kamu tentang berita bohong itu. 15. (Ingatlah) di waktu kamu menerima berita bohong itu dari mulut ke mulut dan kamu katakan dengan mulutmu apa yang tidak kamu ketahui sedikit juga, dan kamu menganggapnya suatu yang ringan saja, padahal dia di sisi Allâh adalah besar. 16. Dan Mengapa kamu diwaktu mendengar berita bohong itu tidak mengatakan, “Kita sama sekali tidak pantas untuk mengucapkan ini, Maha Suci Engkau (Ya Rabb kami), ini adalah dusta yang besar.” 17. Allah memperingatkan kamu agar (jangan) kembali memperbuat yang seperti itu selama-lamanya, jika kamu orang-orang yang beriman. 18. Dan Allâh menerangkan ayat-ayat-Nya kepada kamu. Dan Allâh Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. 19. Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar (berita) perbuatan yang amat keji itu tersiar di kalangan orang-orang yang beriman, bagi mereka azab yang pedih di dunia dan di akhirat. dan Allâh mengetahui, sedang, kamu tidak mengetahui. 20. Dan sekiranya bukan karena kurnia Allâh dan rahmat-Nya kepada kamu semua, dan Allâh Maha Penyantun dan Maha Penyayang, (niscaya kamu akan ditimpa azab yang besar). (QS. an-Nur:11-20)
Saat ini, setiap orang bebas untuk menulis opini dan membuat berita sesuai dengan kehendaknya. Ia lantas menyebarkan tulisannya melalui media sosial atau blog pribadi. Seringkali apa yang ia tulis sekadar luapan emosi tanpa ada bukti nyata. Hanya karena ia tidak cocok dengan seseorang, atau tokoh politik lain, atau ormas lain, maka ia buat meme dan memotong-motong berita atau foto orang lain yang diambil dari google, lalu ia sebarkan melalui media. Meski yang ia sebar adalah berita hoax dan tidak ada pijakan kebenaran, namun karena kepiawaiannya menyusun berita, baik dengan memotong perkataan seseorang, atau mengambil foto atau membuat meme, atau menuliskan data palsu, maka tulisan yag ia posting seakan benar dan segera viral melalui medsos.
Mereka yang sehaluan, akan segera memviralkan. Jejaring medsos sudah tidak dapat dibendung. Dari satu jaringan akan masuk ke jaringan yang lain. Hingga ahirnya berita bohong itu, karena viral berulang seakan menjadi sebuah kebenaran.
Inilah akhir zaman. Orang sudah tidak segan untuk memakan daging saudaranya sendiri. Medsos penuh dengan hoax dan fitnah. Orang pun dengan ringan tangan memviralkan kebohongan tersebut tanpa merasa salah. Mereka tidak khawatir bahwa sesungguhnya menyebar berita hoax terkait dengan saudaranya sendiri, adalah prilaku kaum munafik. Atau mereka sendiri tidak sadar bahwa berita yang mereka sharing adalah berita hoax.
Dalam Islam, sesungguhnya kehormatan manusia dilindungi undang-undang. Melindungi kehormatan manusia masuk dalam salah satu tujuan diturunkannya hukum syariat, yaitu hifz al-‘ird. Sejatinya, para pelaku dan penyebar berita hoax, harus mendapatkan hukuman yang sangat berat. Ia dianggap sebagai orang yang cacat etika sehingga di mata hukum, kesaksiannya kelak sudah tidak dapat diterima.
Maka hari-hatilah membuat opini dan menuliskan sesuatu terkait orang lain. Jaga jari-jari kita, untuk tidak mudah menulis, menebar dan mensharing berita dari media social yang kebenarannya tidak kita ketahui. Lebih baik kita tahan diri, daripada masuk kepada golongan orang munafik. Wallahu a’lam.
Bagi yang hendak wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun yang diasuh oleh Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +20112000489