Tanya:
Assalammualaikum Wr. Wb. Pak Ustadz, saya ingin bertanya, waktu saya kerja di tempat yang lama , saya pernah diajak teman saya untuk mengambil uang boss saya tanpa sepengetahuan boss.
Dan sekarang saya ingin bertaubat, ingin mengembalikan uang boss saya.Tetapi boss saya sudah meninggal, dan Keluarga yang ditinggalkan hanya ada anak angkat, saudara kandung dan saudara dari suami.
Boss saya meninggalkan banyak harta, dan saudara kandungan nya juga orang sukses dan sewaktu boss saya masih hidup saudara nya tidak akur dengan boss saya, dimana boss saya selama sakit , saudaranya tidak pernah menengoki boss saya.
Yang ingin saya tanyakan :
1. Kepada siapa saya harus mengembalikan uang itu ? Sedangkan dia tidak memiliki anak kandung, dan mereka yang ditinggalkan sekarang ini hanya berebut hartanya saja, tidak membuat acara tampilan dirumah nya sewaktu boss saya meninggal
2. Bolehkah jika uang itu saya kembalikan dengan mensedekahkan atas nama boss saya
Saya mohon jawabannya Pak Ustadz agar saya tidak ragu dan salah untuk melangkah, demikian dan saya mengucapkan banyak terima kasih. (Sarifah – Jakarta)
Jawab:
Wa’alaikum salam. Taubat maknanya adalah kembali. Maksudnya kembali dari jalan yang tidak diridhai Allah, menuju jalan yang diridhai Allah. Taubat nasuha, menurut Ibnu Katsir dalam Tafsir al-Qur’an al-‘Azhim adalah taubat yang jujur, yang didasari atas tekad yang kuat, yang menghapus kejelekan-kejelekan di masa silam, yang menghimpun dan mengentaskan pelakunya dari kehinaan.
Istilah taubat nasuha diambil dari firman Allah berikut:
إِنَّمَا التَّوْبَةُ عَلَى اللَّهِ لِلَّذِينَ يَعْمَلُونَ السُّوءَ بِجَهَالَةٍ ثُمَّ يَتُوبُونَ مِنْ قَرِيبٍ فَأُولَٰئِكَ يَتُوبُ اللَّهُ عَلَيْهِمْ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَكِيمًا
Artinya: Sesungguhnya taubat di sisi Allah hanyalah taubat bagi orang-orang yang mengerjakan kejahatan lantaran kejahilan, yang kemudian mereka bertaubat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima Allah taubatnya; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Taubat atas maksiat adalah kewajiban dan keharusan. Allah sendiri akan menerima setiap manusia yang bersalah dan mengakui kesalahannya dnegan bertaubat, yaitu menyesali semua yang dia lakukan dan kembali kepada jalan yang benar. Hal ini sesuai dengan sabda nabi berikut:
إِنَّ اللهَ يَبْسُطُ يَدَهُ بِاللَّيْلِ لِيَتُوْبَ مُسِيئُ النَّهَارِ وَيَبْسُطُ يَدَهُ بِالنَّهَارِ لِيَتُوْبَ مُسِيئُ اللَّيْلِ حَتَّى تَطْلُعَ الشَّمْسُ مِنْ مَغْرِبِهَا.
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala selalu membuka tanganNya di waktu malam untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di siang hari, dan Allah membuka tanganNya pada siang hari untuk menerima taubat orang yang melakukan kesalahan di malam hari. Begitulah, hingga matahari terbit dari barat” (HR. Muslim)
Sebagai manusia, tentu kita tidak akan lepas dari kesalahan. Oleh karenanya Rasulullah saw bersabda:
كُلُّ بَنِيْ آدَمَ خَطَاءٌ وَ خَيْرُ الْخَطَّائِيْنَ التَّوَّبُوْنَ. رَوَاهُ التِّرْمـِذِيُّ
Setiap anak adam (manusia) berbuat kesalahan, dan sebaik-baiknya orang yang bersalah adalah yang bertaubat. (HR. Tirmidzi).
Taubat, jika kesalahan terkait hak Allah, dia harus banyak beristigfar dan memohon ampun serta berjanji tidak akan mengulangi lagi. Jika terkait dengan hak hamba, misal mencuri barang orang, atau mengambil barang orang untuk dijual dan dimanfaatkan, maka ia harus meminta maaf dan mengembalikan atau mengganti rugi kepada pemiliknya, atau meminta maaf dan minta barangnya diikhlaskan.
Jika orang yang dirugikan sudah mengikhlaskan, maka sudah cukup baginya. Ia tidak perlu mengembalikan lagi. Dan insyaallah taubatnya diterima.
Untuk kasus anda, karena orang yang anda ambil uangnya sudah meninggal, maka uang itu menjadi hak ahli waris yang masih hidup, baik anak, saudara atau lainnya. Jika ahli waris yang ada hanya saudara, maka uang harus diberikan kepada saudara kandung tersebut. Sampaikan bahwa itu adalah uang almarhum dan agar ahli waris membagi uang tersebut sesuai dengan pembagian waris.
Terkait ahli waris tidak akur dengan almarhum, itu tidak menggugurkan hak harta. Adapun menyedekahkan harta tersebut, tidak dibolehkan karena ahli waris masih hidup. Wallahu a’lam. (Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M.)