Pertanyaan Seputar Utang Orang Tua

Tanya: Assalamualaikum wr. wb. ustadz mohon maaf agak panjang karena saya ceritakan dulu latar belakangnya. ayah saya memiliki hutang yang sangat banyak ke saudaranya (bukan

Admin

[addtoany]

Tanya:
Assalamualaikum wr. wb. ustadz mohon maaf agak panjang karena saya ceritakan dulu latar belakangnya. ayah saya memiliki hutang yang sangat banyak ke saudaranya (bukan hutang yang berbunga). saudaranya juga sering menagih ke keluarga kami, hingga hubungan keluarga kami dengan keluarga saudaranya renggang. namun demikian ayah saya terlihat tidak mengusahakan untuk membayar hutang tsb. ayah saya tidak bekerja/berusaha mencari uang, malah beritikaf, berzikir, ikut jamaah ta’lim, dll. beliau seperti terlihat mau membawa hutang tersebut hingga mati dan membayarnya dengan pahala nanti di akhirat. ayah saya sempat bilang ke saya bahwa tidak perlu mengkhawatirkan hutang tsb, karena itu hutang ayah bukan hutang saya. tetapi tetap saja saya khawatir jika beliau meninggal nanti, hutang tersebut akan jadi kewajiban saya jika saudaranya menagih setelah beliau meninggal. hingga saya mengurungkan niat untuk menikah, karena khawatir calon istri dan anak saya akan kecewa jika suatu saat mengetahui bahwa ada turunan hutang dari ayah saya. yang ingin saya tanyakan : (1) apakah yang ayah saya lakukan tersebut tidak apa-apa dan secara syariat islam diperbolehkan? (2) jika ayah saya meninggal, apakah hutang beliau tetap wajib dibayar di dunia dan menjadi tanggungan saya? (3) jika wajib saya bayar, apakah keputusan saya untuk tidak menikah karena khawatir akan membebani orang lain (calon istri) diperbolehkan? karena yg saya tahu menikah itu sunnah. (4) jika tidak wajib saya bayar, apa yang harus saya lakukan nanti jika ayah saya telah meninggal dan saudaranya tetap datang menagih? terimakasih sebelumnya atas jawabannya wassalamu’alaikum wr. wb. (Muhammad Dika, Bogor)

Jawab:
Wa’alaikum salam

1. Membayar hutang adalah sebuah kewajiban sebagaimana sabda Rasulullah saw berikut ini:

وَالَّذِى نَفْسِى بِيَدِهِ لَوْ أَنَّ رَجُلاً قُتِلَ فِى سَبِيلِ اللَّهِ ثُمَّ أُحْيِىَ ثُمَّ قُتِلَ مَرَّتَيْنِ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ مَا دَخَلَ الْجَنَّةَ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ دَيْنُهُ

Artinya: “Demi yang jiwaku ada ditanganNya, seandainya seorang laki-laki terbunuh di jalan Allah, kemudian dihidupkan lagi, lalu dia terbunuh lagi dua kali, dan dia masih punya hutang, maka dia tidak akan masuk surga sampai hutangnya itu dilunasi. (HR. Ahmad)

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَا يُصَلِّي عَلَى رَجُلٍ مَاتَ وَعَلَيْهِ دَيْنٌ فَأُتِيَ بِمَيِّتٍ فَقَالَ أَعَلَيْهِ دَيْنٌ قَالُوا نَعَمْ دِينَارَانِ قَالَ صَلُّوا عَلَى صَاحِبِكُمْ

Artinya: “Adalah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak menshalatkan laki-laki yang memiliki hutang. Lalu didatangkan mayit ke hadapannya. Beliau bersabda: “Apakah dia punya hutang?”  Mereka menjawab: “Ya, dua dinar. Beliau bersabda,“Shalatlah untuk sahabat kalian.” (HR. Abu Daud)

نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ

Artinya: “Jiwa seorang mukmin tergantung karena hutangnya, sampai hutang itu dilunaskannya.” (HR. Ibnu Majah)

Maka bagi yang berhutang, tidak boleh leha-leha atau santai dan tidak membayar hutang. Hutang yang ada di pundak kita, akan menjadi tanggungan kita kelak di akhirat.

2. Jika ayah anda meninggal dunia, maka harta yang ia miliki seperti rumah, tanah, perhiasan, baju-baju atau lainnya harus digunakan untuk membayar hutang terlebih dahulu. Jika hutang telah terlunasi, kemudian jika ada wasiat, maka berikan kepada orang yang diwasiatkan, namun wasiat tidak boleh lebih dari sepertiga. Jika hartanya masih ada, baru ia menjadi hak ahli waris.

3. Jika ternyata semua harta yang dijual tidak dapat menutup hutang, sesungguhnya anak tidak punya kewajiban untuk membayarkan hutang orang tuanya. Hal ini sesuai dengan firman Allah berikut ini:

كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ

Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya, (QS. Al-Mudatsir: 38)

Namun sebagai bentuk taat dan bakti kita kepada orang tua, dan agar orang tua tidak disiksa di akhirat, lebih baik anak membayarkan hutang orang tua. Tentu sebatas kemampuan dirinya saja.

4. Jika anda hendak menikah, maka menikahlah. Hal ini tidak akan membebani istri karena yang punya hutang adalah orang tua anda dan anda sesungguhnya tidak punya tanggungan apapun, selain sikap hormat dan bakti anda kepada orang tua tersebut sebatas kemampuan anda. Wallahu a’lam.

(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M)

===
Sisihkan sebagian harta untuk membangun istana Anda di surga dengan berwakaf untuk Pondok pesantren Almuflihun  ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +20112000489 atau +628981649868 (WA)

Related Post