Tanya:
Assalamualaikum wr wb ustad.
Kehidupan saya 9 tahun terahir lebih bnyak di luar khususnya dengan rekan rekan kerja. Oleh rekan rekan kerja dan atasan saya dipercaya untuk menjadi Imam pada setiap sholat lima waktu. Hanya saja rekan rekan saya mayoritas adalah saudara dari kalangan nahdhiyin yang dalam beberapa hal berbeda amalan ibadahnya kususnya amalan yg betsifat cabang atau ikhtilaf seperti baca basmalah pada sholat jahar dan qunut subuh.
Dalam hal baca basmalah saya mantap disaat bersama mereka bacaan basmalah saya, saya keraskan sebelum memulai alfatihah dan surat lainnya. Karena saya melihat di buku fatwa tanya jawab juga g ada masalah. Kalo qunut subuh terus terang saya belum pernah melakukannya. Namun terkadang dalam hati timbul rasa tidak enak saat menjadi imam yg makmum saya mayoritas adalah memakai qunut sementara saya imam tidak memakainya. Saya hawatir ada rasa terpaksa mereka saat menjadi makmum saya. Bukankah sebaik baik imam adalah yg disukai makmumnya begitu juga sebaliknya.
Karena perasaan tidak enak itu kadang kalo sholat subuh sya mempersilahkan yg lain utk imam agar dia bisa berqunut dan saya mengikuti saja walau secara bacaan saya anggap dia masih kurang fasih bahkan maaf rusak tajwid dan makhroj hurufnya.
Apakah ada solusi bijak dari ustad? Perlukah saya menghafal doa qunut dan melaksanakannya saat bersama mereka atau sekali-kali dilaksanakan berseling seling melihat situasi dan kondisi. Mohon kiranya ustad memberikan pencerahannya?
Jawab:
Wa’alaikum salam
Qunut subuh adalah masalah khilafiyah yang tidak perlu dibesarkan. Baik mereka yang shalat subuh dengan qunut atau tidak, semua ulama sepakat bahwa shalatnya sah. Tidak ada satu pun ulama yang mengatakan bahwa orang yang shalat subuh tanpa qunut, maka shalatnya batal.
Sebaik-baik imam sebenarnya yang disukai oleh makmum. Sebagaimana sabda nabi berikut:
ثَلَاثَةٌ لَا تُجَاوِزُ صَلَاتُهُمْ آذَانَهُمْ: العَبْدُ الآبِقُ حَتَّى يَرْجِعَ، وَامْرَأَةٌ بَاتَتْ وَزَوْجُهَا عَلَيْهَا سَاخِطٌ، وَإِمَامُ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُونَ
Ada 3 orang yang sholatnya tidak melampaui telinganya (maksudnya: shalatnya sekadarnya saja), yaitu: budak yang lari dari tuannya, sampai ia kembali lagi kepada tuannya, istri yang suaminya tidur dalam keadaan marah, dan Imam yang tidak disukai oleh jama’ahnya (HR. Tirmidzi ).
Berdasarkan hadis ini, maka jika makmum umumnya qunut, imam dipersilahkan untuk membaca qunut subuh. Kecuali jika makmum tidak mempermasalahkan jika imam tidak qunut. Maka imam tidak mengapa untuk tidak melakukan qunut subuh. Sekali lagi, karena ini masalah cabang (furu) yang hukumnya sangat lentur. Wallahu a’lam.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc. M.M)