Beberapa waktu ini, sering membaca seliweran diskusi di WA yang menghujat para ulama, sekadar hanya punya pandangan berbeda dengan para ulama. Sampai ada yang mengatakan, “Para Imam madzhabpun, jika bertentangan dengan Quran sunnah, ya harus ditinggalkan”. Seakan-akan para ulama madzhab ini dalam berijtihad tidak berlandaskan Quran Sunnah. Seakan-akan kita sudah naik maqam dam mampu berijtihad dengan sangat baik.
Yang patut disayangkan adalah menghujat ulama dengan bahasa yang tidak etis. Mudah menganggap sesuatu sebagai bidah, menganggap ulama pelaku bidah dan lain sebagainya. Bahkan istilah bidah hasanah menjadi bahan guyonan padahal yang meletakkan dan menggunakan istilah bidah hasanah adalah para ulama besar seperti Imam Syafii, Imam Iz Ibdu Abdussalam, Imam Nawawi, dan lain sebagainya.
Jika kita mau berkaca diri, seberapa dalam kah ilmu kita dibandingkan dengan para ulama? Sudah berapa kitab yang kita karang? Sudah berapa banyak orang yang merujuk ilmu kita?
Ulama adalah pewaris nabi. Antar mereka juga saling berbeda, sebagaimana para ulama madzhab juga berbeda. Namun mereka sanga unggul dalam mengedepankan etika dan sopan santun. Ya, karena agama ini penuh dengan etika. Nabi Muhammad saw diutus untuk menyempurnakan akhlak. Lihatlah firman Allah berikut ini:
وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ
“Sungguh engkau (Muhammad) berada di atas tataran akhlak yang tinggi, agung.” (Al Qur’an, Al-Qalam 68:4)
Perhatikan sabda Rasulullah saw berikut ini:
إِنَّمَا بُعِثْتُ لِأُتَمِّمَ صَالِحَ الْأَخْلَاقِ
“Sungguh aku diutus menjadi Rasul tidak lain adalah untuk menyempurnakan akhlak yang saleh (baik).” (HR. al-Imam Ahmad)
Perhatikan perkataan para ulama berikut ini:
قال الإمام عبدالله بن المبارك-رحمه الله-:«طلبتُ الأدبَ ثلاثين سنةً , وطلبت العلمَ عشرين سنة-وكانوا يطلبون الأدبَ قبلَ العلم-،كاد الأدبُ يكونُ ثُلُثَي العلم
Berkata Imam Abdullah bin Mubarak ra., “Saya belajar sopan santun selama tiga puluh tahun dan mencari ilmu selama dua puluh tahun. (Mereka belajar sopan santun sebelum belajar ilmu. Sopan santun menjadi dua pertiga dari ilmu
و…أَشرفَ الإمامُ الليث بن سعد-رحمه الله-على أصحاب الحديثِ ، فرأى منهم شيئاً! فقال: « ما هذا ؟! أنتم إلى يَسيرٍ مِن الأدب أَحوجُ منكم إلى كثيرٍ من العلم».
Suatu kali, imam Laits melihat para santrinya melakukan sesuatu. Beliau lalu berkata, “Apa ini? Kalian lebih membutuhkan sopansantun meski sedikit, dibandingkan dengan banyaknya ilmu”.
وقال الإمامُ عبد الله بن وَهْب -رحمه الله-:«ما تعلَّمناهُ مِن أدبِ مالكٍٍ أكثرُ ممّا تعلّمناه مِن علمِه».
Imam Abdullah bin Wahab ra berkata, “Apa yang kami pelajari dari tata karmanya imam malik, jauh lebih banyak daripada apa yang kemi pelajari dari ilmunya”.
وقال الإمام سفيان بن سعيد الثوري-رحمه الله-: «كانوا لا يُخرجون أبناءَهم لطلب العلم حتى يتأدَّبوا
Berkata Imam Sufyan bin Said Ats-Tsauri ra berkata, “Mereka tidak akan mengizinkan anaknya untuk mencari ilmu sebelum mereka punya etika baik
وقال الإمام محمد بن سيرين -رحمه الله-:«كانوا يتعلّمون الهَدْيَ كما يتعلَّمون العلمَ».
Imam Muhammad bin Sirin ra berkata, “Mereka belajar hidayah sebagaimana mereka belajar ilmu”.
وقال الحافظُ أبو زكريا يحيى بن محمد العنبري -رحمه الله- :«عِلمٌ بلا أدب كَنارٍ بلا حَطَب ، وأدبٌ بلا عِلم كجِسم بلا رُوح».
Al-Hafidz Abu Zakaria bin Muhammad al-Anbari ra berkata, “Ilmu tanpa etika bagaikan api tanpa kayu. Etika tanpa ilmu bagaikan jasad tanpa ruh”.
Semoga kita dapat menjadikan etika sebagai hiasan dalam kehidupan kita sehari-hari. Semoga kita bias beradab dan beretika kepada para ulama pewaris para nabi. Amin.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M)
======================
Bagi yang ingin wakaf tunai untuk pembangunan Pondok Modern Almuflihun, silahkan salurkan dananya ke: Bank BNI Cabang Magelang dengan no rekening: 0425335810 atas nama: Yayasan Al Muflihun Temanggung. SMS konfirmasi transfer: +201120004899