Ini adalah lanjutan jawaban untuk pertanyaan saudara Khaerul Anam, mengenai syarat melakukan tarjih.
Jawab:
Tarjih adalah memilih pendapat yang paling kuat. Tarjih ada beberapa macam, pertama tarjih dalil, yaitu memilih dalil yang paling kuat dari sekian dalil yang ada. Kedua, istidlal, yaitu melihat sisi istidlal yang paling kuat dalam memahami dalil.
Ketiga, tarjih madzhab, yaitu melihat pendapat yang paling rajih dalam madzhab. Ini juga dibagi dua, pertama tarjih dalam satu madzhab, yaitu memilih pendapat yang paling rajih dari sekian pendapat dalam satu madzhab. Kedua, tarjih antar madzhab yaitu dengan memilih pendapat yang paling kuat dari sekian mazhab.
Seseorang boleh melakukan tarjih, tentu jika dia menguasai ilmu al-Qur’an, hadits, ushul fikih dan cabang-cabang ilmu keislaman lainnya. Tanpa itu, tarjih tidak akan bisa dilakukan. Oleh karenanya, perkara tarjih tidaklah mudah dan tidak bisa dilakukan oleh semua orang. Hanya ulama yang mempunyai keilmuan mendalam yang dapat melakukan proses tarjih.
Saat ini, ada pula istilah tarjih jama’i atau melakukan sistem tarjih secara bersama-sama. Hal ini sangat mungkin terjadi dan sangat dibolehkan. Karena tidak semua orang mumpuni dalam semua cabang ilmu. Bisa jadi seseorang mendalami satu cabang ilmu, namun lemah di cabang ilmu yang lain. Maka tarjih jama’i ini menjadi solusi yang sangat baik. Tarjih jama’i inilah yang digunakan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah. Wallahu a’lam.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M)