Tanya:
Assalamualaikum warohmatullahi wabarokatuh
Saya di beri baju oleh teman saya dan saya langsung menerimanya,tetapi saya baru tau kalau baju itu di dapatkan dari uang hasil membohongi bosnya,bagaimana hukumnya dan jelaskan dengan dalil nya terimakasih. (Imam Fauzi, Purwakarta)
Jawab:
Waaalaikum salam
Allah mengharamkan kita untuk mendapatkan sesuatu dari yang haram.
Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
: لَيَأْتِيَنَّ عَلَى النَّاسِ زَمَانٌ لَا يُبَالِي الْمَرْءُ بِمَا أَخَذَ الْمَالَ أَمِنْ حَلَالٍ أَمْ مِنْ حَرَامٍ
Sungguh akan datang kepada manusia suatu zaman, yang saat itu seseorang tidak peduli lagi dari mana dia mendapatkan harta, apakah dari jalan halal ataukah yang haram’. [HR. al-Bukhâri]
Dari Khaulah al-Anshâriyah Radhiyallahu anha bahwa Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إِنَّ رِجَالًا يَتَخَوَّضُونَ فِي مَالِ اللَّهِ بِغَيْرِ حَقٍّ فَلَهُمْ النَّارُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ
Sesungguhnya ada sebagian orang yang mengambil harta milik Allâh bukan dengan cara yang haq, sehingga mereka akan mendapatkan neraka pada hari Kiamat’ [HR. al-Bukhâri]
Memakan atau mendapatkan harta yang haram bisa secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung seperti korupsi atau mencuri atau menipu. Secara tidak langsung seperti menjadi penadah terhadap harta yang haram. Penadah ini juga tidak boleh karena sama halnya membantu dalam perbuatan yang diharamkan.
Firman Allah:
Allah Ta’ala berfirman,
وَلَا تَعَاوَنُوا عَلَى الْإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. ” (QS. Al Maidah: 2).
Adapun baju hadiah yang didapat dari cara yang haram, hendaklah anda kembalikan kepada pemiliknya langsung dan sampaikan bahwa baju tersebut bukan menjadi hak Anda. Atau anda kembalikan kepada yang memberikan kepada anda dan anda sampaikan bahwa kita diharamkan mendapatkan sesuatu dari yang haram. Semoga dengan nasihat ini, yang bersangkutan bisa sadar. Wallahu a’lam.
(Ustadz Wahyudi Abdurrahim, Lc., M.M)