Macam-macam Bid`ah

Hadits عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا

Admin

[addtoany]

Kaaba 186622 1280

Hadits

عَنْ أُمِّ الْمُؤْمِنِيْنَ أُمِّ عَبْدِ اللهِ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا قَالَتْ : قَالَ رَسُوْلُ الله صلى الله عليه وسلم : مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ مِنْهُ فَهُوَ  رَدٌّ.   [رواه البخاري ومسلم وفي رواية لمسلم : مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ ]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث

Dari Ummul Mu’minin; Ummu Abdillah; Aisyah radhiallahuanha dia berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Siapa yang mengada-ada dalam urusan (agama) kami ini yang bukan (berasal) darinya), maka dia tertolak. (Riwayat Bukhori dan Muslim), dalam riwayat Muslim disebutkan: siapa yang melakukan suatu perbuatan (ibadah) yang bukan urusan (agama) kami, maka dia tertolak.

Penjelasan

Hadits ini adalah salah satu pokok utama ajaran di dalam Islam. Jika hadits “innamal a’malu bin niyat” (sesungguhnya sahnya amal tergantung niat) adalah ukuran sahnya amalan secara batin (ikhlas), maka hadits ini adalah ukuran sahnya amalan secara lahir (sesuai dengan contoh Rasulullah)

Ahdatsa أحدث adalah menciptakan sesuatu baru yang sumbernya dari hawa nafsu, bukan dalil (inovasi).

Fii amrinaa في أمرنا maksudnya adalah dalam urusan agama atau ibadah, bukan urusan dunia. Adapun urusan dunia, misal membuat mobil, pesawat, dll maka boleh dan dianjurkan.

Maa laisa minhu ما ليس منه maksudnya amalan yang tidak ada dalil baik secara umum atau khusus, eksplisit atau implisit, dan bertentangan dengan dalil atau kaidah umum agama

Roddun رد maksudnya adalah tertolak dan sia-sia, bahkan mendapatkan dosa.

Islam adalah agama ittiba’ (mengikuti dalil) bukan agama ibtida’ (menciptakan ibadah baru), maka tidak dibenarkan menciptakan ibadah baru yang tidak ada dalilnya baik secara umum atau khusus.

Di antara bentuk bid’ah adalah menganggap menyanyi, menari dan melihat wanita sebagai ibadah.

Di zaman Nabi ada seorang sahabat yang bernadzar berjemur di bawah matahari, tidak akan duduk, tidak akan makan minum. Maka Nabi menyuruh untuk membatalkan nadzarnya.

Dalam bidang Muamalat misalnya ada seorang sahabat yang ingin mengganti hukuman rajam dengan denda seratus kambing, maka Nabi menolaknya.

Ibadah yang tidak boleh ditambah atau dikurangi atau diubah adalah yang ibadah mahdhoh dari cara pelaksanaannya dari Nabi.

Adapun jika ibadah ghairu mahdhoh, artinya dalilnya umum dan pelaksanaannya tidak dibatasi oleh Nabi maka boleh menerima inovasi.

Misalnya Allah menyuruh kita untuk berdzikir, dalilnya umum baik dari ayat atau hadits, maka kita bebas berdzikir kapanpun, dimanapun, bagaimanapun, asalkan tidak mengandung hal yang bertentangan dengan syariat.

Di zaman sahabat pun banyak hal baru dalam agama yang belum pernah Nabi lakukan karena di zamannya belum membutuhkan hal tersebut. Sahabat melakukannya pun karena paham hal itu baik dan tidak bertentangan dengan syariat.

Misalnya pengumpulan Al Qur’an di zaman Abu Bakar yang awalnya ditolak oleh beliau karena menganggap itu bid’ah, namun Umar bin Khattab meyakinkan Abu Bakar bahwa itu bukan bid’ah, akhirnya beliau setuju dengan pengumpulan Al Qur’an.

Begitu pula pengumpulan atau kodifikasi ilmu-ilmu agama seperti ilmu nahwu, ilmu tafsir, ilmu tajwid, ilmu hadits, dll baru dilakukan di zaman tabiin dan setelahnya.

Dapat disimpulkan bahwa bid’ah itu ada dua macam, yaitu bid’ah hasanah (baik) dan bid’ah sayyi’ah (buruk) sebagaimana pernyataan imam Syafi’i.

Bid’ah Hasanah adalah hal baru yang belum ada di zaman Nabi, namun tidak bertentangan dengan agama, dan bukan termasuk dalam ibadah mahdhoh (yang sudah paten dan baku pelaksanaannya)

Bid’ah Sayyi’ah adalah hal baru yang bertentangan dengan agama, dan termasuk dalam hal ibadah mahdhoh, seperti menambah jumlah rakaat shalat zhuhur menjadi 5 rakaat.

Imam Al Izz bin Abdis Salam menyatakan bahwa bid’ah itu terbagi menjadi 5; yaitu bid’ah wajib, bid’ah haram, bid’ah sunah, bid’ah makruh dan bid’ah mubah.

Kullu dalam Bahasa Arab tidak selalu bermakna semua, namun terkadang berarti kebanyakan sebagaimana dinyatakan oleh imam Nawawi bahwa hadits ini adalah umum namun maksudnya khusus, artinya tidak semua bidah itu sesat.

Seyogyanya kita saling menghargai dan menghormati antar sesama muslim ketika terjadi perbedaan pendapat, karena mayoritas hukum di dalam agama itu bersifat fleksibel karena ayat dan haditsnya kebanyakan bersifat multi interpretasi.

(Ustadz Khaerul Anam, Lc., M.S.I)

Infak untuk pengembangan aplikasi Tanya Jawab Agama: Bank BNI Syariah No. Rekening 0506685897 a.n Muhamad Muflih.

Wakaf untuk pembangunan Pesantren Almuflihun: Bank BNI No. Rekening 0425335810 a.n Yayasan Al Muflihun Temanggung.

Konfirmasi transfer +628981649868 (SMS/WA)

Related Post